Pendahuluan
Latar belakang
Penumonia
adalah inflasi parenkim paru, biasanya berhubungan dengan pengisian cairan di
dalam alveoli. Hal ini terjadi ini terjadi akibat adanya invaksi agen atau
infeksius adalah adanya kondisi yang mengganggu tahanan saluran.
Trakhabrnkialis, adalah pun beberapa keadaan yang mengganggu mekanisme
pertahanan sehingga timbul infeksi paru misalnya, kesadaran menurun, umur tua,
trakheastomi, pipa endotrakheal, dan lain-lain. Dengan demikian flora endogen
yang menjadi patogen ketika memasuki saluran pernafasa. ( Ngasriyal, Perawatan
Anak Sakit, 1997)
Tuberkulosis paru adalah penyakit menular yang disebabkan oleh basil mikrobakterium tuberkulosis tipe humanus, sejenis kuman yang berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4/mm dan tebal 0,3-0,6/mm. Sebagian besar kuman terdiri atas asam lemak (lipid). Lipid inilah yang membuat kuman lebih tahan terhadap asam dan lebih tahan terhadap gangguan kimia dan fisik.Kuman ini tahan hidup pada udara kering maupun dalam keadaan dingin (dapat tahan bertahun-tahun dalam lemari es). Hal ini terjadi karena kuman berada dalam sifat dormant. Dari sifat dormant ini kuman dapat bangkit kembali dan menjadikan tuberkulosis aktif kembali. Sifat lain kuman adalah aerob. Sifat ini menunjukkan bahwa kuman lebih menyenangi jaringan yang tinggi kandungan oksigennya. Tuberkulosis paru merupakan penyakit infeksi penting saluran pernapasan. Basil mikrobakterium tersebut masuk kedalam jaringan paru melalui saluran napas (droplet infection) sampai alveoli, maka terjadilah infeksi primer (ghon) selanjutnya menyebar kekelenjar getah bening setempat dan terbentuklah primer kompleks (ranke). keduanya dinamakan tuberkulosis primer, yang dalam perjalanannya sebagian besar akan mengalami penyembuhan. Tuberkulosis paru primer, peradangan terjadi sebelum tubuh mempunyai kekebalan spesifik terhadap basil mikobakterium..
Tuberkulosis paru adalah penyakit menular yang disebabkan oleh basil mikrobakterium tuberkulosis tipe humanus, sejenis kuman yang berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4/mm dan tebal 0,3-0,6/mm. Sebagian besar kuman terdiri atas asam lemak (lipid). Lipid inilah yang membuat kuman lebih tahan terhadap asam dan lebih tahan terhadap gangguan kimia dan fisik.Kuman ini tahan hidup pada udara kering maupun dalam keadaan dingin (dapat tahan bertahun-tahun dalam lemari es). Hal ini terjadi karena kuman berada dalam sifat dormant. Dari sifat dormant ini kuman dapat bangkit kembali dan menjadikan tuberkulosis aktif kembali. Sifat lain kuman adalah aerob. Sifat ini menunjukkan bahwa kuman lebih menyenangi jaringan yang tinggi kandungan oksigennya. Tuberkulosis paru merupakan penyakit infeksi penting saluran pernapasan. Basil mikrobakterium tersebut masuk kedalam jaringan paru melalui saluran napas (droplet infection) sampai alveoli, maka terjadilah infeksi primer (ghon) selanjutnya menyebar kekelenjar getah bening setempat dan terbentuklah primer kompleks (ranke). keduanya dinamakan tuberkulosis primer, yang dalam perjalanannya sebagian besar akan mengalami penyembuhan. Tuberkulosis paru primer, peradangan terjadi sebelum tubuh mempunyai kekebalan spesifik terhadap basil mikobakterium..
Rumusan masalah
Jelaskan asuhan keperawatan pada pasien dengan gannguan penapasan
Sebutkan dan jelaskan etiologi pada pasien yang mengalami gannguan pernapasan
Jelaskan patofisilgi terjadinya penyakit gangguan pernapasan
A.DEFINISI
Pneumonia Virus adalah infeksi paru-paru yang disebabkan oleh virus.
Pneumonia Virus adalah infeksi paru-paru yang disebabkan oleh virus.
Pneumonia adalah proses infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru atau
alveoli. Terjadinya pneumonia, khususnya pada anak, seringkali bersamaan dengan
proses infeksi akut pada bronkus, sehingga biasa disebut dengan
bronchopneumonia. Gejala penyakit tersebut adalah nafas yang cepat dan sesak
karena paru-paru meradang secara mendadak.
Pneumonia adalah infeksi
atau radang yang cukup serius pada paru-paru. Dari jenis-jenis pneumonia itu
ada yang spesifik/khusus yang disebut dengan tuberkulosis atau tbc atau Tb,
yang disebabkan oleh bakteri tuberkulosa. Jenis yang lain, adalah SARS yang
adalah pneumonia akibat -sampai hari ini- virus.Pneumonia merupakan radang paru
yang disebabkan mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, dan parasit).
Pneumonia adalah penyakit
inflamasi pada paru yang dicirikan dengan adanya konsolidasi akibat eksudat
yang masuk dalam area alveoli. (Axton & Fugate, 1993).Penumonia adalah
inflasi parenkim paru, biasanya berhubungan dengan pengisian cairan di dalam
alveoli. Hal ini terjadi ini terjadi akibat adanya invaksi agen atau infeksius
adalah adanya kondisi yang mengganggu tahanan saluran. Trakhabrnkialis, adalah
pun beberapa keadaan yang mengganggu mekanisme pertahanan sehingga timbul infeksi
paru misalnya, kesadaran menurun, umur tua, trakheastomi, pipa endotrakheal,
dan lain-lain. Dengan demikian flora endogen yang menjadi patogen ketika
memasuki saluran pernafasa. ( Ngasriyal, Perawatan Anak Sakit, 1997) Pneumonia
adalah sebuah penyakit pada paru-paru di mana pulmonary alveolus (alveoli) yang bertanggung jawab menyerap oksigen dari atmosfer menjadi "inflame"
dan terisi oleh cairan. Pneumonia dapat disebabkan oleh beberapa penyebab,
termasuk infeksi oleh bakteria, virus, jamur, atau parasit. Pneumonia dapat juga
disebabkan oleh iritasi kimia atau fisik dari paru-paru atau sebagai akibat
dari penyakit lainnya, seperti
B.ETIOLOGI
Sebagian besar pneumonia disebabkan oleh bakteri, yang timbul secara primer atau sekunder setelah infeksi virus. Penyebab tersering pneumonia bakterialis adalah bakteri positif-gram, Streptococus pneumoniae yang menyebabkan pneumonia streptokokus. Bakteri Staphylococcus aureus dan streptokokus beta-hemolitikus grup A juga sering menyebabkan pneumonia, demikian juga Pseudomonas aeruginosa. Pneumonia lainnya disebabkan oleh virus, misalnya influenza. Pneumonia mikoplasma, suatu pneumonia yang relatif sering dijumpai, disebabkan oleh suatu mikroorganisme yang berdasarkan beberapoa aspeknya, berada di antara bakteri dan virus. Individu yang mengidap acquired immunodeficiency syndrome, (AIDS) sering mengalami pneumonia yang pada orang normal sangat jarang terjadi yaitu pneumocystis carinii. Individu yang terpajan ke aerosol dari air yang lama tergenang, misalnya dari unit pendingin ruangan (AC) atau alat pelembab yang kotor, dapat mengidap pneumonia Legionella. Individu yang mengalami aspirasi isi lambung karena muntah atau air akibat tenggelam dapat mengidap pneumonia asporasi. Bagi individu tersebut, bahan yang teraspirasi itu sendiri yang biasanya menyebabkan pneumonia, bukan mikro-organisme, denmgan mencetuskan suatu reaksi peradangan.
Sebagian besar pneumonia disebabkan oleh bakteri, yang timbul secara primer atau sekunder setelah infeksi virus. Penyebab tersering pneumonia bakterialis adalah bakteri positif-gram, Streptococus pneumoniae yang menyebabkan pneumonia streptokokus. Bakteri Staphylococcus aureus dan streptokokus beta-hemolitikus grup A juga sering menyebabkan pneumonia, demikian juga Pseudomonas aeruginosa. Pneumonia lainnya disebabkan oleh virus, misalnya influenza. Pneumonia mikoplasma, suatu pneumonia yang relatif sering dijumpai, disebabkan oleh suatu mikroorganisme yang berdasarkan beberapoa aspeknya, berada di antara bakteri dan virus. Individu yang mengidap acquired immunodeficiency syndrome, (AIDS) sering mengalami pneumonia yang pada orang normal sangat jarang terjadi yaitu pneumocystis carinii. Individu yang terpajan ke aerosol dari air yang lama tergenang, misalnya dari unit pendingin ruangan (AC) atau alat pelembab yang kotor, dapat mengidap pneumonia Legionella. Individu yang mengalami aspirasi isi lambung karena muntah atau air akibat tenggelam dapat mengidap pneumonia asporasi. Bagi individu tersebut, bahan yang teraspirasi itu sendiri yang biasanya menyebabkan pneumonia, bukan mikro-organisme, denmgan mencetuskan suatu reaksi peradangan.
Etiologi:
Bakteri : streptococus pneumoniae, staphylococus aureus
Bakteri : streptococus pneumoniae, staphylococus aureus
Virus : Influenza,
parainfluenza, adenovirus
Jamur : Candidiasis,
histoplasmosis,aspergifosis,coccidioidomycosis,cryptococosis, pneumocytis
carini
Aspirasi : Makanan, cairan,
lambung
Inhalasi : Racun atau bahan
kimia, rokok, debu dan gas
Pneumonia virus bisa
disebabkan oleh:
- Virus sinsisial pernafasan
- Hantavirus
- Virus influenza
- Virus parainfluenza
- Adenovirus
- Rhinovirus
- Virus herpes simpleks
- Sitomegalovirus.
- Virus Influensa
- Virus Synsitical respiratorik
- Adenovirus
- Rubeola
- Varisella
- Micoplasma (pada anak yang relatif besar)
- Pneumococcus
- Streptococcus
- Staphilococcus
Pada bayi dan anak-anak
penyebab yang paling sering adalah: - virus sinsisial pernafasan - adenovirus -
virus parainfluenza dan - virus influenza. Faktor-faktor risiko terkena
pneumonia, antara lain, Infeksi Saluran Nafas Atas (ISPA),usia lanjut, alkoholisme,
rokok, kekurangan nutrisi, Umur dibawah 2 bulan, Jenis kelamin laki-laki , Gizi
kurang, Berat badan lahir rendah, Tidak mendapat ASI memadai, Polusi udara,
Kepadatan tempat tinggal, Imunisasi yang tidak memadai,Membedong bayi,
efisiensi vitamin A dan penyakit kronik menahun.
Faktor-faktor yang
meningkatkan resiko kematian akibat Pnemonia
- Umur dibawah 2 bulan
- Tingkat sosio ekonomi rendah
- Gizi kurang
- Berat badan lahir rendah
- Tingkat pendidikan ibu rendah
- Tingkat pelayanan (jangkauan) pelayanan kesehatan rendah
- Kepadatan tempat tinggal
- Imunisasi yang tidak memadai
- Menderita penyakit kronis
Klasifikasi
Menurut buku Pneumonia Komuniti, Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di
Menurut buku Pneumonia Komuniti, Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di
Indonesia yang dikeluarkan
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003 menyebutkan
Tiga klasifikasi pneumonia.
1.
Berdasarkan klinis dan
epidemiologis:
- Pneumonia komuniti (community-acquired pneumonia).
- Pneumonia nosokomial,(hospital-acquired pneumonia/nosocomial pneumonia).
- Pneumonia aspirasi.
- Pneumonia pada penderita immunocompromised.
2.
Berdasarkan bakteri penyebab:
a.Pneumoniabakteri/tipikal.
Dapat terjadi pada semua usia. Pneumonia bakterial sering diistilahkan dengan pneumonia akibat kuman. Pneumonia jenis itu bisa menyerang siapa saja, dari bayi hingga mereka yang telah lanjut usia. Para peminum alkohol, pasien yang terkebelakang mental, pasien pascaoperasi, orang yang menderita penyakit pernapasan lain atau infeksi virus adalah yang mempunyai sistem kekebalan tubuh rendah dan menjadi sangat rentan terhadap penyakit itu.Pada saat pertahanan tubuh menurun, misalnya karena penyakit, usia lanjut, dan malnutrisi, bakteri pneumonia akan dengan cepat berkembang biak dan merusak paru-paru.Jika terjadi infeksi, sebagian jaringan dari lobus paru-paru, atau pun seluruh lobus, bahkan sebagian besar dari lima lobus paru-paru (tiga di paru-paru kanan, dan dua di paru-paru kiri) menjadi terisi cairan. Dari jaringan paru-paru, infeksi dengan cepat menyebar ke seluruh tubuh melalui peredaran darah. Bakteri Pneumokokus adalah kuman yang paling umum sebagai penyebab pneumonia bakteri tersebut.
Gejalanya
Biasanya pneumonia bakteri itu didahului dengan infeksi saluran napas yang ringan satu minggu sebelumnya. Misalnya, karena infeksi virus (flu). Infeksi virus pada saluran pernapasan dapat mengakibatkan pneumonia disebabkan mukus (cairan/lendir) yang mengandung pneumokokus dapat terisap masuk ke dalam paru-paru.
Beberapa bakteri mempunyai tendensi menyerang seseorang yang peka, misalnya klebsiella pada penderita alkoholik, staphyllococcus pada penderita pasca infeksi influenza. Pneumonia Atipikal. Disebabkan mycoplasma, legionella, dan chalamydia.
b.Pneumonia Akibat virus.
a.Pneumoniabakteri/tipikal.
Dapat terjadi pada semua usia. Pneumonia bakterial sering diistilahkan dengan pneumonia akibat kuman. Pneumonia jenis itu bisa menyerang siapa saja, dari bayi hingga mereka yang telah lanjut usia. Para peminum alkohol, pasien yang terkebelakang mental, pasien pascaoperasi, orang yang menderita penyakit pernapasan lain atau infeksi virus adalah yang mempunyai sistem kekebalan tubuh rendah dan menjadi sangat rentan terhadap penyakit itu.Pada saat pertahanan tubuh menurun, misalnya karena penyakit, usia lanjut, dan malnutrisi, bakteri pneumonia akan dengan cepat berkembang biak dan merusak paru-paru.Jika terjadi infeksi, sebagian jaringan dari lobus paru-paru, atau pun seluruh lobus, bahkan sebagian besar dari lima lobus paru-paru (tiga di paru-paru kanan, dan dua di paru-paru kiri) menjadi terisi cairan. Dari jaringan paru-paru, infeksi dengan cepat menyebar ke seluruh tubuh melalui peredaran darah. Bakteri Pneumokokus adalah kuman yang paling umum sebagai penyebab pneumonia bakteri tersebut.
Gejalanya
Biasanya pneumonia bakteri itu didahului dengan infeksi saluran napas yang ringan satu minggu sebelumnya. Misalnya, karena infeksi virus (flu). Infeksi virus pada saluran pernapasan dapat mengakibatkan pneumonia disebabkan mukus (cairan/lendir) yang mengandung pneumokokus dapat terisap masuk ke dalam paru-paru.
Beberapa bakteri mempunyai tendensi menyerang seseorang yang peka, misalnya klebsiella pada penderita alkoholik, staphyllococcus pada penderita pasca infeksi influenza. Pneumonia Atipikal. Disebabkan mycoplasma, legionella, dan chalamydia.
b.Pneumonia Akibat virus.
Penyebab utama pneumonia
virus adalah virus influenza (bedakan dengan bakteri hemofilus influenza yang
bukan penyebab penyakit influenza, tetapi bias menyebabkan pneumonia juga).
Gejalanya
Gejala awal dari pneumonia akibat virus sama seperti gejala influenza, yaitu demam, batuk kering, sakit kepala, nyeri otot, dan kelemahan. Dalam 12 hingga 36 jam penderita menjadi sesak, batuk lebih parah, dan berlendir sedikit. Terdapat panas tinggi disertai membirunya bibir.Tipe pneumonia itu bisa ditumpangi dengan infeksi pneumonia karena bakteri. Hal itu yang disebut dengan superinfeksi bakterial. Salah satu tanda terjadi superinfeksi bakterial adalah keluarnya lendir yang kental dan berwarna hijau atau merah tua.
c.Pneumonia jamur
Gejala awal dari pneumonia akibat virus sama seperti gejala influenza, yaitu demam, batuk kering, sakit kepala, nyeri otot, dan kelemahan. Dalam 12 hingga 36 jam penderita menjadi sesak, batuk lebih parah, dan berlendir sedikit. Terdapat panas tinggi disertai membirunya bibir.Tipe pneumonia itu bisa ditumpangi dengan infeksi pneumonia karena bakteri. Hal itu yang disebut dengan superinfeksi bakterial. Salah satu tanda terjadi superinfeksi bakterial adalah keluarnya lendir yang kental dan berwarna hijau atau merah tua.
c.Pneumonia jamur
sering
merupakan infeksi sekunder. Predileksi terutama pada penderita dengan daya
tahan lemah (immunocompromised).
3 .Berdasarkan predileksi infeksi:
a.Pneumonia lobaris, pneumonia yang terjadi pada satu lobus
(percabangan besar dari pohon
bronkus) baik kanan maupun kiri.
b.Pneumonia bronkopneumonia, pneumonia yang ditandai bercak-bercak
infeksi pada berbagai tempat di paru. Bisa kanan maupun kiri yang disebabkan
virus atau bakteri dan sering terjadi pada bayi atau orang tua. Pada penderita
pneumonia, kantong udara paru-paru penuh dengan nanah dan cairan yang lain.
Dengan demikian, fungsi paru-paru, yaitu menyerap udara bersih (oksigen) dan
mengeluarkan udara kotor menjadi terganggu. Akibatnya, tubuh menderita
kekurangan oksigen dengan segala konsekuensinya, misalnya menjadi lebih mudah
terinfeksi oleh bakteri lain (super infeksi) dan sebagainya. Jika demikian
keadaannya, tentu tambah sukar penyembuhannya. Penyebab penyakit pada kondisi
demikian sudah beraneka macam dan bisa terjadi infeksi yang seluruh tubuh.
C.PATOFISIOLOGI
Pneumonia dapat terjadi akibat menghirup bibit penyakit di udara, atau kuman di tenggorokan terisap masuk ke paru-paru. Penyebaran bisa juga melalui darah dari luka di tempat lain, misalnya di kulit. Jika melalui saluran napas, agen (bibit penyakit) yang masuk akan dilawan oleh pelbagai sistem pertahanan tubuh manusia. Misalnya, dengan batuk-batuk, atau perlawanan oleh sel-sel pada lapisan lendir tenggorokan, hingga gerakan rambut-rambut halus (silia) untuk mengeluarkan mukus (lendir) tersebut keluar. Tentu itu semua tergantung besar kecilnya ukuran sang penyebab tersebut.
C.PATOFISIOLOGI
Pneumonia dapat terjadi akibat menghirup bibit penyakit di udara, atau kuman di tenggorokan terisap masuk ke paru-paru. Penyebaran bisa juga melalui darah dari luka di tempat lain, misalnya di kulit. Jika melalui saluran napas, agen (bibit penyakit) yang masuk akan dilawan oleh pelbagai sistem pertahanan tubuh manusia. Misalnya, dengan batuk-batuk, atau perlawanan oleh sel-sel pada lapisan lendir tenggorokan, hingga gerakan rambut-rambut halus (silia) untuk mengeluarkan mukus (lendir) tersebut keluar. Tentu itu semua tergantung besar kecilnya ukuran sang penyebab tersebut.
D.
MANIFESTASI KLINIS
Gejala penyakit pneumonia biasanya didahului infeksi saluran nafas atas akut selama beberapa hari. Selain didapatkan demam, menggigil, suhu tubuh meningkat dapat mencapai 40 derajat celsius, sesak nafas, nyeri dada, dan batuk dengan dahak kental, terkadang dapat berwarna kuning hingga hijau. Pada sebagian penderita juga ditemui gejala lain seperti nyeri perut, kurang nafsu makan,dan sakit kepala.
Gejala penyakit pneumonia biasanya didahului infeksi saluran nafas atas akut selama beberapa hari. Selain didapatkan demam, menggigil, suhu tubuh meningkat dapat mencapai 40 derajat celsius, sesak nafas, nyeri dada, dan batuk dengan dahak kental, terkadang dapat berwarna kuning hingga hijau. Pada sebagian penderita juga ditemui gejala lain seperti nyeri perut, kurang nafsu makan,dan sakit kepala.
Tanda dan
Gejala berupa:
·
Batuk nonproduktif
·
Ingus (nasal discharge)
·
Suara napas lemah
·
Retraksi intercosta
·
Penggunaan otot bantu nafas
·
Demam
·
Ronchii
·
Cyanosis
·
Leukositosis
·
Thorax photo menunjukkan
infiltrasi melebar
·
Batuk
·
Sakit kepala
·
Kekakuan dan nyeri otot
·
Sesak nafas
·
Menggigil
·
Berkeringat
·
Lelah.
Gejala lainnya yang mungkin
ditemukan: - kulit yang lembab - mual dan muntah – kekakuan sendi.
Secara umum dapat dibagi menjadi
:
Manifestasi nonspesifik
infeksi dan toksisitas berupa demam, sakit kepala, iritabel, gelisah, malise,
nafsu makan kurang, keluhan gastrointestinal.Gejala umum saluran pernapasan
bawah berupa batuk, takipnu, ekspektorasi sputum, napas cuping hidung, sesak
napas, air hunger, merintih, dan sianosis. Anak yang lebih besar dengan
pneumonia akan lebih suka berbaring pada sisi yang sakit dengan lutut tertekuk
karena nyeri dada.
Tanda pneumonia berupa retraksi (penarikan dinding dada bagian bawah ke dalam saat bernapas bersama dengan peningkatan frekuensi napas), perkusi pekak, fremitus melemah,suara napas melemah, dan ronki.Tanda efusi pleura atau empiema berupa gerak ekskursi dada tertinggal di daerah efusi, perkusi pekak, fremitus melemah, suara napas melemah, suara napas tubuler tepat di atas batas cairan, friction rub, nyeri dada karena iritasi pleura (nyeri berkurang bila efusi bertambah dan berubah menjadi nyeri tumpul), kaku kuduk/meningismus (iritasi meningen tanpa inflamasi) bila terdapat iritasi pleura lobus atas, nyeri abdomen (kadang terjadi bila iritasi mengenai diafragma pada pneumonia lobus kanan bawah). Pada neonatus dan bayi kecil tanda pneumonia tidak selalu jelas. Efusi pleura pada bayi akan menimbulkan pekak perkusi.Tanda infeksi ekstra pulmunal
E. KOMPLIKASI
·
Abses paru
·
Edusi pleural
·
Empisema
·
Gagal nafas
·
Perikarditis
·
Meningitis
·
Atelektasis
·
Hipotensi
·
Delirium
·
Asidosis metabolik
·
Dehidrasi
·
Penyakit multi lobular
F.PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1.Sinar x
Mengidentifikasikan
distribusi strukstural (mis. Lobar, bronchial); dapat juga menyatakan abses
luas/infiltrate, empiema (stapilococcus); infiltrasi menyebar atau
terlokalisasi (bacterial); atau penyebaran/perluasan infiltrate nodul (lebih
sering virus). Pada pneumonia mikoplasma, sinar x dada mungkin bersih.
2.GDA
Tidak normal mungkin terjadi, tergantung pada luas paru yang terlibat dan penyakit paru yang ada.
3. JDL
2.GDA
Tidak normal mungkin terjadi, tergantung pada luas paru yang terlibat dan penyakit paru yang ada.
3. JDL
leukositosis biasanya ada, meskipun sel darah
putih rendah terjadi pada infeksi virus, kondisi
tekanan imun.
4.LED meningkat
Fungsi paru hipoksemia, volume menurun, tekanan jalan nafas meningkat dan complain menurun. Elektrolit à Na dan Cl mungkin rendah,Bilirubin à meningkat Aspirasi / biopsi jaringan paru
4.LED meningkat
Fungsi paru hipoksemia, volume menurun, tekanan jalan nafas meningkat dan complain menurun. Elektrolit à Na dan Cl mungkin rendah,Bilirubin à meningkat Aspirasi / biopsi jaringan paru
Alat diagnosa termasuk sinar-x dan pemeriksaan sputum. Perawatan tergantung dari
penyebab pneumonia; pneumonia disebabkan bakteri dirawat dengan antibiotik.
Pemeriksaan penunjang:
Pemeriksaan penunjang:
1.
Rontgen dada
2.
Pembiakan dahak
3.
Hitung jenis darah
4.
Gas darah arteri.
G.PENATALAKSANAANMEDIS
Pengobatan
Kepada penderita yang penyakitnya tidak terlalu berat, bisa diberikan antibiotik per-oral(lewatmulut)dan tetap tinggal di rumah.Penderita yang lebih tua dan penderita dengan sesak nafas atau dengan penyakit jantung atau paru-paru lainnya, harus dirawat dan antibiotik diberikan melalui infus. Mungkin perlu diberikan oksigen tambahan, cairan intravena dan alat bantu nafas mekanik Kebanyakan penderita akan memberikan respon terhadap pengobatan dan keadaannya membaik dalam waktu 2 minggu.Penatalaksanaan untuk pneumonia bergantung pada penyebab, sesuai yang ditentukan oleh
pemeriksaan sputum mencakup:Oksigen1-2L/menit.IVFD
dekstrose 10 % : NaCl 0,9% = 3 : 1, + KCl 10 mEq/500 ml cairan. Jumlah cairan
sesuai berat badan,kenaikan
suhu,dan status hidrasi.
Jika sesak tidak terlalu berat, dapat dimulai makanan enteral
bertahap melalui selang nasogastrik dengan feeding drip.Jika sekresi lendir
berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan salin normal dan beta agonis untuk
memperbaiki transport mukosilier.Koreksi gangguan keseimbangan asam basa dan
elektrolit.Antibiotik sesuai hasil biakan atau berikan :Untuk kasus pneumonia
community base :
§ Ampisilin 100 mg/kg BB/hari dalam 4 kali pemberian.
§ Kloramfenikol 75 mg/kg BB/hari dalam 4 kali pemberian
§ Untuk kasus pneumonia hospital base :
§ Sefatoksim 100 mg/kg
BB/hari dalam 2 kali pemberian.
§ Amikasin 10-15 mg/kg BB/hari dalam 2 kali pemberian.
II. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
Identitas :
Umur : Anak-anak cenderung mengalami infeksi virus dibanding
dewasa Mycoplasma Terjadi pada anak
yang relatif besar
Tempat tinggal : Lingkungan dengan sanitasi buruk beresiko lebih
besar
Riwayat Masuk
Anak biasanya dibawa ke rumah sakit setelah sesak nafas, cyanosis
atau batuk-batuk disertai dengan demam tinggi. Kesadaran kadang sudah menurun
apabila anak masuk dengan disertai riwayat kejang demam (seizure).
Riwayat Penyakit Dahulu
Predileksi penyakit saluran pernafasan lain seperti ISPA,
influenza sering terjadi dalam rentang waktu 3-14 hari sebelum diketahui adanya
penyakit Pneumonia.
Penyakit paru, jantung serta kelainan organ vital bawaan dapat memperberat klinis penderita
Pengkajian
Penyakit paru, jantung serta kelainan organ vital bawaan dapat memperberat klinis penderita
Pengkajian
Sistem Integumen
·
Subyektif : -
·
Obyektif : kulit pucat,
cyanosis, turgor menurun (akibat dehidrasi sekunder), banyak keringat , suhu
kulit meningkat, kemerahan
Sistem Pulmonal
·
Subyektif : sesak nafas,
dada tertekan, cengeng
·
Obyektif : Pernafasan cuping hidung,
hiperventilasi, batuk (produktif/nonproduktif), sputum banyak, penggunaan otot
bantu pernafasan, pernafasan diafragma dan perut meningkat, Laju pernafasan
meningkat, terdengar stridor, ronchii pada lapang paru,
Sistem Cardiovaskuler
·
Subyektif : sakit kepala
·
Obyektif : Denyut nadi
meningkat, pembuluh darah vasokontriksi, kualitas darah menurun
Sistem Neurosensori
·
Subyektif : gelisah,
penurunan kesadaran, kejang
·
Obyektif : GCS menurun,
refleks menurun/normal, letargi
Sistem Musculoskeletal
·
Subyektif : lemah, cepat
lelah
·
Obyektif : tonus otot
menurun, nyeri otot/normal, retraksi paru dan penggunaan otot aksesoris
pernafasan
Sistem genitourinaria
·
Subyektif :
·
Obyektif : produksi urine
menurun/normal,
Sistem digestif
·
Subyektif : mual, kadang
muntah
·
Obyektif : konsistensi feses
normal/diare
Studi Laboratorik
·
Hb : menurun/normal
·
Analisa Gas Darah : acidosis
respiratorik, penurunan kadar oksigen darah, kadar karbon darah meningkat/normal
·
Elektrolit : Natrium/kalsium
menurun/norma.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
·
Kerusakan Pertukaran Gas
berhubungan dengan Gangguan pengiriman oksigen.
·
Infeksi, Resiko Tinggi
Terhadap (penyebaran) berhungan dengan Ketidakadekuatan pertahanan utama.
·
Ketdakefektifan bersihan
jalan napas berhubungan dengan pembentukan edema.
C. INTERVENSI
·
Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan
gangguan pengiriman oksigen.
Keadaan dimana seorang individu mengalami penurunan jalannya gas (Oksigen dan Karbondioksida) yang aktual (atau dapat mengalami potensial) antara alveoli paru-paru dan sistem vaskular.
Keadaan dimana seorang individu mengalami penurunan jalannya gas (Oksigen dan Karbondioksida) yang aktual (atau dapat mengalami potensial) antara alveoli paru-paru dan sistem vaskular.
KH:
§ Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan dengan GDA
dalam rentang normal dan tak ada gejala distres pernapasan.
§ Berpartisipasi pada tindakan untuk memaksimalkan oksigenasi.
Intervensi:
1)
Kaji frekuensi, kedalaman,
dan kemudahan bernapas.
R : Manifestasi distres pernapasan tergantung pada/indikasi
derajat keterlibatan paru dan status kesehatan umum.
2)
Tinggikan kepala dan dorong
sering mengubah posisi, napas dalam, dan batuk efektif.
R : Tindakan ini meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan
pengeluaran sekret untuk memperbaiki ventilasi.
3)
Pertahankan istirahat tidur. Dorong
menggunakan teknik relaksasi dan aktivitas senggang.
R : Mencegah terlalu lelah dan menurunkan kebutuhan/konsumsi
oksigen untuk memudahkan perbaikan infeksi.
4)
Observasi penyimpangan
kondisi, catat hipotensi banyaknya jumlah sputum merah muda/berdarah, pucat,
sianosis, perubahan tingkat kesadaran, dispnea berat, gelisah.
R : Syok dan edema paru adalah penyebab umum kematian pada
pneumonia dan membutuhkan intervensi medik segera.
·
Infeksi, Resiko Tinggi
Terhadap (penyebaran) berhungan dengan
Ketidakadekuatan pertahanan utama.
KH:
· Mencapai waktu perbaikan infeksi berulang tanpa komplikasi.
· Mengidentifikasi intervensi untuk mencegah/menurunkan resiko infeksi.
Intervensi:
1) Pantau tanda vital dengan ketat, khusunya selama awal terapi.
R : Selama periode waktu ini, potensial komplikasi fatal (\hipotensi/syok) dapat terjadi.
· Mencapai waktu perbaikan infeksi berulang tanpa komplikasi.
· Mengidentifikasi intervensi untuk mencegah/menurunkan resiko infeksi.
Intervensi:
1) Pantau tanda vital dengan ketat, khusunya selama awal terapi.
R : Selama periode waktu ini, potensial komplikasi fatal (\hipotensi/syok) dapat terjadi.
2) Anjurkan pasien memperhatikan pengeluaran sekret (mis.,
meningkatkan pengeluaran daripada menelannya) dan melaporkan perubahan warna,
jumlah dan bau sekret.
R : Meskipun pasien dapat menemukan pengeluaran dan upaya
membatasi atau menghindarinya, penting bahwa sputum harus dikeluarkan dengan cara
aman.
3) Tunjukkan/dorong tehnik mencuci tangan yang baik.
R : Efektif berarti menurunkan penyebaran /tambahan infeksi.
4) Batasi pengunjung sesuai indikasi.
4) Batasi pengunjung sesuai indikasi.
R : Menurunkan pemajanan terhadap patogen infeksi lain.
·
Ketidakefektifan bersihan
jalan napas berhubungan dengan pembentukan edema.
Suatu Keadaan di mana seorang individu mengalami suatu ancaman
yang nyata atau potensial pada status pernapasan sehubungan dengan
ketidakmampuan untuk batuk secara efektif.
KH:
· Tidak mengalami aspirasi
· Menunjukkan batuk yang efektif dan peningkatan pertukaran udara
dalam paru-paru.
Intervensi :
1) Kaji frekuensi/kedalaman pernapasan dan gerakan dada.
1) Kaji frekuensi/kedalaman pernapasan dan gerakan dada.
R : Takipnea, pernapasan dangkal, dan gerakan dada tak simetris
sering terjadi karena ketidaknyamanan gerakan dinding dada dan/atau cairan
paru.
2) Auskultasi area paru, catat area penurunan/tak ada aliran udara dan bunyi napas adventisius, mis., krekels, megi.
2) Auskultasi area paru, catat area penurunan/tak ada aliran udara dan bunyi napas adventisius, mis., krekels, megi.
R : Penurunan aliran udara terjadi pada area konsolidasi dengan
cairan. Bunyi napas bronkial (normal pada bronkus) dapat juga terjadi pada area
konsolidasi. Krekels, ronki, dan mengi terdengar pada inspirasi dan/atau
ekspirasi pada respons terhadap pengumpulan cairan, sekret kental, dan spasme
jalan napas/obstruksi.
3) Bantu pasien napas sering. Tunjukkan/bantu pasien mempelajari
melakukan batuk, mis., menekan dada dan batuk efektif sementara posisi duduk
tinggi.
R : Napas dalam memudahkan ekspansi maksimum paru-paru/jalan napas
lebih kecil. Batuk adalah mekanisme pembersihan jalan napas alami, membantu
silia untuk mempertahankan jalan napas paten. Penekanan menurunkan
ketidaknyamanan dada dan posisi duduk memungkinkan upaya napas lebih dalam dan
lebih kuat.
5)
Penghisapan sesuai indikasi.
6)
R : Merangsang batuk atau
pembersihan jalan napas secara mekanik pada pasien yang tak mampu melakukan
karena batuk tak efektif atau penurunan tingkat kesadaran.
Asuhan Keperawatan pada Klien Asma
A. Pengertian
Asma adalah suatu
gangguan yang komplek dari bronkial yang dikarakteristikan oleh periode
bronkospasme (kontraksi spasme yang lama pada jalan nafas). (Polaski : 1996).
Asma adalah gangguan
pada jalan nafas bronkial yang dikateristikan dengan bronkospasme yang
reversibel. (Joyce M. Black : 1996).
Asma adalah penyakit
jalan nafas obstruktif intermiten, reversibel dimana trakea dan bronkhi
berespon secara hiperaktif terhadap stimulasi tertentu. (Smelzer Suzanne :
2001).
Dari ketiga pendapat
tersebut dapat diketahui bahwa asma adalah suatu penyakit
gangguan jalan nafas obstruktif intermiten yang bersifat reversibel, ditandai
dengan adanya periode bronkospasme, peningkatan respon trakea dan bronkus
terhadap berbagai rangsangan yang menyebabkan penyempitan jalan nafas.
B. Etiologi
Asma adalah suatu
obstruktif jalan nafas yang reversibel yang disebabkan oleh :
1) Kontraksi otot di
sekitar bronkus sehingga terjadi penyempitan jalan nafas.
2) Pembengkakan membran
bronkus.
3) Terisinya bronkus
oleh mukus yang kental.
C. Patofisiologi
Proses perjalanan
penyakit asma dipengaruhi oleh 2 faktor yaitu alergi dan psikologis, kedua
faktor tersebut dapat meningkatkan terjadinya kontraksi otot-otot polos,
meningkatnya sekret abnormal mukus pada bronkiolus dan adanya kontraksi pada
trakea serta meningkatnya produksi mukus jalan nafas, sehingga terjadi
penyempitan pada jalan nafas dan penumpukan udara di terminal oleh berbagai
macam sebab maka akan menimbulkan gangguan seperti gangguan ventilasi
(hipoventilasi), distribusi ventilasi yang tidak merata dengan sirkulasi darah
paru, gangguan difusi gas di tingkat alveoli.
Tiga kategori asma
alergi (asma ekstrinsik) ditemukan pada klien dewasa yaitu yang disebabkan
alergi tertentu, selain itu terdapat pula adanya riwayat penyakit atopik
seperti eksim, dermatitis, demam tinggi dan klien dengan riwayat asma.
Sebaliknya pada klien dengan asma intrinsik (idiopatik) sering ditemukan adanya
faktor-faktor pencetus yang tidak jelas, faktor yang spesifik seperti flu,
latihan fisik, dan emosi (stress) dapat memacu serangan asma.
D. Manifestasi Klinik
Manifestasi klinik pada
pasien asma adalah batuk, dyspnoe, dan wheezing.
Pada sebagian penderita
disertai dengan rasa nyeri dada, pada penderita yang sedang bebas serangan
tidak ditemukan gejala klinis, sedangkan waktu serangan tampak penderita
bernafas cepat, dalam, gelisah, duduk dengan tangan menyanggah ke depan serta
tampak otot-otot bantu pernafasan bekerja dengan keras.
Ada beberapa
tingkatan penderita asma yaitu :
1) Tingkat I :
a) Secara klinis normal
tanpa kelainan pemeriksaan fisik dan fungsi paru.
b) Timbul bila ada
faktor pencetus baik didapat alamiah maupun dengan test provokasi bronkial di
laboratorium.
2) Tingkat II :
a) Tanpa keluhan dan
kelainan pemeriksaan fisik tapi fungsi paru menunjukkan adanya tanda-tanda
obstruksi jalan nafas.
b) Banyak dijumpai pada
klien setelah sembuh serangan.
3) Tingkat III
:
a) Tanpa keluhan.
b) Pemeriksaan fisik
dan fungsi paru menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas.
c) Penderita sudah
sembuh dan bila obat tidak diteruskan mudah diserang kembali.
4) Tingkat IV :
a) Klien mengeluh
batuk, sesak nafas dan nafas berbunyi wheezing.
b) Pemeriksaan fisik
dan fungsi paru didapat tanda-tanda obstruksi jalan nafas.
5) Tingkat V :
a) Status asmatikus
yaitu suatu keadaan darurat medis berupa serangan asma akut yang berat bersifat
refrator sementara terhadap pengobatan yang lazim dipakai.
b) Asma pada dasarnya
merupakan penyakit obstruksi jalan nafas yang reversibel.
Pada asma yang berat
dapat timbul gejala seperti :
Kontraksi otot-otot
pernafasan, sianosis, gangguan kesadaran, penderita tampak letih, takikardi.
E. Klasifikasi Asma
Asma dibagi atas dua
kategori, yaitu ekstrinsik atau alergi yang disebabkan oleh alergi seperti
debu, binatang, makanan, asap (rokok) dan obat-obatan. Klien dengan asma alergi
biasanya mempunyai riwayat keluarga dengan alergi dan riwayat alergi rhinitis,
sedangkan non alergi tidak berhubungan secara spesifik dengan
alergen.Faktor-faktor seperti udara dingin, infeksi saluran pernafasan, latihan
fisik, emosi dan lingkungan dengan polusi dapat menyebabkan atau sebagai
pencetus terjadinya serangan asma. Jika serangan non alergi asma menjadi lebih
berat dan sering dapat menjadi bronkhitis kronik dan emfisema, selain alergi
juga dapat terjadi asma campuran yaitu alergi dan non alergi.
F. Penatalaksanaan
Prinsip umum dalam
pengobatan pada asma bronhiale :
a. Menghilangkan
obstruksi jalan nafas
b. Mengenal dan
menghindari faktor yang dapat menimbulkan serangan asma.
c. Memberi penerangan
kepada penderita atau keluarga dalam cara pengobatan maupun penjelasan
penyakit.
Penatalaksanaan
asma dapat dibagi atas :
a. Pengobatan dengan
obat-obatan Seperti :
1) Beta agonist (beta
adrenergik agent)
2) Methylxanlines
(enphy bronkodilator)
3) Anti kolinergik
(bronkodilator)
4) Kortikosteroid
5) Mast cell inhibitor
(lewat inhalasi)
b. Tindakan yang
spesifik tergantung dari penyakitnya, misalnya :
1) Oksigen 4-6
liter/menit.
2) Agonis B2
(salbutamol 5 mg atau veneteror 2,5 mg atau terbutalin 10 mg) inhalasi
nabulezer dan pemberiannya dapat di ulang setiap 30 menit-1 jam. Pemberian
agonis B2 mg atau terbutalin 0,25 mg dalam larutan dextrose 5% diberikan
perlahan.
3) Aminofilin bolus IV
5-6 mg/kg BB, jika sudah menggunakan obat ini dalam 12 jam.
4) Kortikosteroid
hidrokortison 100-200 mg itu jika tidak ada respon segera atau klien sedang
menggunakan steroid oral atau dalam serangan sangat berat.
c.Pemeriksaan Penunjang
:
Beberapa pemeriksaan
penunjang seperti :
a. Spirometri :
Untuk menunjukkan
adanya obstruksi jalan nafas.
b. Tes provokasi :
1) Untuk menunjang
adanya hiperaktifitas bronkus.
2) Tes provokasi
dilakukan bila tidak dilakukan lewat tes spirometri.
3) Tes provokasi
bronkial seperti :Tes provokasi histamin, metakolin, alergen, kegiatan jasmani,
hiperventilasi dengan udara dingin dan inhalasi dengan aqua destilata.
4) Tes kulit : Untuk
menunjukkan adanya anti bodi Ig E yang spesifik dalam tubuh.
c. Pemeriksaan kadar Ig
E total dengan Ig E spesifik dalam serum.
d. Pemeriksaan radiologi
umumnya rontgen foto dada normal.
e. Analisa gas darah
dilakukan pada asma berat.
f. Pemeriksaan
eosinofil total dalam darah.
g. Pemeriksaan sputum.
G. Komplikasi
Komplikasi yang dapat
terjadi pada klien dengan asma adalah pneumotoraks, atelektasis, gagal nafas,
bronkhitis dan fraktur iga
H. Asuhan Keperawatan.
1. Pengkajian
a. Identitas klien
1) Riwayat kesehatan
masa lalu : riwayat keturunan, alergi debu, udara dingin
2) riwayat kesehatan
sekarang : keluhan sesak napas, keringat dingin.
3) Status mental :
lemas, takut, gelisah
4) Pernapasan :
perubahan frekuensi, kedalaman pernafasan.
5) Gastro intestinal :
adanya mual, muntah.
6) Pola aktivitas :
kelemahan tubuh, cepat lelah
b. Pemeriksaan fisik
Dada
1) Contour, Confek,
tidak ada defresi sternum
2) Diameter antero
posterior lebih besar dari diameter transversal
3) Keabnormalan
struktur Thorax
4) Contour dada
simetris
5) Kulit Thorax ;
Hangat, kering, pucat atau tidak, distribusi warna merata
6) RR dan ritme selama
satu menit.
Palpasi :
1) Temperatur kulit
2) Premitus : fibrasi
dada
3) Pengembangan dada
4) Krepitasi
5) Massa
6) Edema
Auskultasi :
1) Vesikuler
2) Broncho vesikuler
3) Hyper ventilasi
4) Rochi
5) Wheezing
6) Lokasi dan perubahan
suara napas serta kapan saat terjadinya.
c. Pemeriksaan
penunjang
1) Spirometri :
Untuk menunjukkan
adanya obstruksi jalan nafas.
2) Tes provokasi :
a) Untuk menunjang
adanya hiperaktifitas bronkus.
b) Tes provokasi
dilakukan bila tidak dilakukan lewat tes spirometri.
c) Tes provokasi
bronkial
Untuk menunjang adanya
hiperaktivitas bronkus , test provokasi dilakukan bila tidak dilakukan test
spirometri. Test provokasi bronchial seperti : Test provokasi histamin,
metakolin, alergen, kegiatan jasmani, hiperventilasi dengan udara dingin dan
inhalasi dengan aqua destilata.
3) Tes kulit : Untuk
menunjukkan adanya anti bodi Ig E yang spesifik dalam tubuh.
4) Pemeriksaan kadar Ig
E total dengan Ig E spesifik dalam serum.
5) Pemeriksaan
radiologi umumnya rontgen foto dada normal.
6) Analisa gas darah
dilakukan pada asma berat.
7) Pemeriksaan
eosinofil total dalam darah.
8) Pemeriksaan
sputum.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa 1 :
Tidak efektifnya
bersihan jalan nafas berhubungan dengan akumulasi mukus.
Tujuan :
Jalan nafas kembali
efektif.
Kriteria hasil :
Sesak berkurang, batuk
berkurang, klien dapat mengeluarkan sputum, wheezing berkurang/hilang, vital
dalam batas normal keadaan umum baik.
Intervensi :
a. Auskultasi bunyi
nafas, catat adanya bunyi nafas, misalnya : wheezing, ronkhi.
Rasional : Beberapa
derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan nafas. Bunyi nafas redup
dengan ekspirasi mengi (empysema), tak ada fungsi nafas (asma berat).
b. Kaji / pantau
frekuensi pernafasan catat rasio inspirasi dan ekspirasi.
Rasional : Takipnea biasanya
ada pada beberapa derajat dan dapat ditemukan pada penerimaan selama
strest/adanya proses infeksi akut. Pernafasan dapat melambat dan frekuensi
ekspirasi memanjang dibanding inspirasi.
c. Kaji pasien untuk
posisi yang aman, misalnya : peninggian kepala tidak duduk pada sandaran.
Rasional : Peninggian
kepala tidak mempermudah fungsi pernafasan dengan menggunakan gravitasi.
d. Observasi
karakteristik batuk, menetap, batuk pendek, basah. Bantu tindakan untuk
keefektipan memperbaiki upaya batuk.
Rasional : batuk dapat
menetap tetapi tidak efektif, khususnya pada klien lansia, sakit
akut/kelemahan.
e. Berikan air hangat.
Rasional : penggunaan
cairan hangat dapat menurunkan spasme bronkus.
f. Kolaborasi obat
sesuai indikasi.
Bronkodilator spiriva
1×1 (inhalasi).
Rasional : Membebaskan
spasme jalan nafas, mengi dan produksi mukosa.
Diagnosa 2 :
Tidak efektifnya pola
nafas berhubungan dengan penurunan ekspansi paru.
Tujuan :
Pola nafas kembali
efektif.
Kriteria hasil :
Pola nafas efektif,
bunyi nafas normal atau bersih, TTV dalam batas normal, batuk berkurang,
ekspansi paru mengembang.
Intervensi :
1. Kaji frekuensi
kedalaman pernafasan dan ekspansi dada. Catat upaya pernafasan termasuk
penggunaan otot bantu pernafasan / pelebaran nasal.
Rasional : kecepatan
biasanya mencapai kedalaman pernafasan bervariasi tergantung derajat gagal
nafas. Expansi dada terbatas yang berhubungan dengan atelektasis dan atau nyeri
dada
2. Auskultasi bunyi
nafas dan catat adanya bunyi nafas seperti krekels, wheezing.
Rasional : ronki dan
wheezing menyertai obstruksi jalan nafas / kegagalan pernafasan.
3. Tinggikan kepala dan
bantu mengubah posisi.
Rasional : duduk tinggi
memungkinkan ekspansi paru dan memudahkan pernafasan.
4. Observasi pola batuk
dan karakter sekret.
Rasional : Kongesti
alveolar mengakibatkan batuk sering/iritasi.
5. Dorong/bantu pasien
dalam nafas dan latihan batuk.
Rasional : dapat
meningkatkan/banyaknya sputum dimana gangguan ventilasi dan ditambah ketidak
nyaman upaya bernafas.
6. Kolaborasi
- Berikan oksigen
tambahan
- Berikan humidifikasi
tambahan misalnya : nebulizer
Rasional :
memaksimalkan bernafas dan menurunkan kerja nafas, memberikan kelembaban pada
membran mukosa dan membantu pengenceran sekret.
Diagnosa 3 :
Gangguan nutrisi kurang
dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat.
Tujuan :
Kebutuhan nutrisi dapat
terpenuhi.
Kriteria hasil :
Keadaan umum baik,
mukosa bibir lembab, nafsu makan baik, tekstur kulit baik, klien menghabiskan
porsi makan yang disediakan, bising usus 6-12 kali/menit, berat badan dalam
batas normal.
Intervensi :
1. Kaji status nutrisi
klien (tekstur kulit, rambut, konjungtiva).
Rasional : menentukan
dan membantu dalam intervensi selanjutnya.
2. Jelaskan pada klien
tentang pentingnya nutrisi bagi tubuh.
Rasional : peningkatan
pengetahuan klien dapat menaikan partisipasi bagi klien dalam asuhan
keperawatan.
3. Timbang berat badan
dan tinggi badan.
Rasional : Penurunan
berat badan yang signifikan merupakan indikator kurangnya nutrisi.
4. Anjurkan klien minum
air hangat saat makan.
Rasional : air hangat
dapat mengurangi mual.
5. Anjurkan klien makan
sedikit-sedikit tapi sering
Rasional : memenuhi
kebutuhan nutrisi klien.
6. Kolaborasi
- Konsul dengan tim
gizi/tim mendukung nutrisi.
Rasional : menentukan
kalori individu dan kebutuhan nutrisi dalam pembatasan.
- Berikan obat sesuai
indikasi.
- Vitamin B squrb 2×1.
Rasional : defisiensi
vitamin dapat terjadi bila protein dibatasi.
- Antiemetik rantis 2×1
Rasional : untuk
menghilangkan mual / muntah.
Diagnosa 4 :
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik.
Tujuan :
Klien dapat melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri.
Kriteria hasil :
KU klien baik, badan tidak lemas, klien dapat beraktivitas
secara mandiri, kekuatan otot terasa pada skala sedang
Intervensi :
1. Evaluasi respons pasien terhadap aktivitas. Catat
laporan dyspnea peningkatan kelemahan/kelelahan dan perubahan tanda vital
selama dan setelah aktivitas.
Rasional : menetapkan kebutuhan/kemampuan pasien dan
memudahkan pilihan intervensi.
2. Jelaskan pentingnya istirahat dalam rencana pengobatan
dan perlunya keseimbangan aktivitas dan istirahat.
Rasional : Tirah baring dipertahankan selama fase akut
untuk menurunkan kebutuhan metabolik, menghemat energi untuk penyembuhan.
3. Bantu pasien memilih posisi nyaman untuk istirahat dan
atau tidur.
Rasional : pasien mungkin nyaman dengan kepala tinggi atau
menunduk kedepan meja atau bantal.
4. Bantu aktivitas keperawatan diri yang diperlukan.
Berikan kemajuan peningkatan aktivitas selama fase penyembuhan.
Rasional :meminimalkan kelelahan dan membantu keseimbangan
suplai dan kebutuhan oksigen.
5. Berikan lingkungan tenang dan batasi pengunjung selama
fase akut sesuai indikasi.
Rasional : menurunkan stress dan rangsangan berlebihan
meningkatkan istirahat.
Diagnosa 5 :
Kurangnya pengetahuan
tentang proses penyakitnya berhubungan dengan kurangnya informasi
Tujuan :
Pengetahuan klien
tentang proses penyakit menjadi bertambah.
Kriteria hasil :
Mencari tentang proses
penyakit :
- Klien mengerti
tentang definisi asma
- Klien mengerti
tentang penyebab dan pencegahan dari asma
- Klien mengerti
komplikasi dari asma
Intervensi :
1. Diskusikan aspek
ketidak nyamanan dari penyakit, lamanya penyembuhan, dan harapan kesembuhan.
Rasional : informasi
dapat manaikkan koping dan membantu menurunkan ansietas dan masalah berlebihan.
2. Berikan informasi
dalam bentuk tertulis dan verbal.
Rasional : kelemahan
dan depresi dapat mempengaruhi kemampuan untuk mangasimilasi informasi atau
mengikuti program medik.
3. Tekankan pentingnya
melanjutkan batuk efektif atau latihan pernafasan.
Rasional : selama awal
6-8 minggu setelah pulang, pasien beresiko besar untuk kambuh dari penyakitnya.
4. Identifikasi tanda
atau gejala yang memerlukan pelaporan pemberi perawatan kesehatan.
Rasional : upaya
evaluasi dan intervensi tepat waktu dapat mencegah meminimalkan komplikasi.
5. Buat langkah untuk
meningkatkan kesehatan umum dan kesejahteraan, misalnya : istirahat dan
aktivitas seimbang, diet baik.
Rasional : menaikan
pertahanan alamiah atau imunitas, membatasi terpajan pada patogen.
3. Evaluasi
a. Jalan nafas kembali
efektif.
b. Pola nafas kembali
efektif.
c. Kebutuhan nutrisi
dapat terpenuhi.
d. Klien dapat
melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri.
e. Pengetahuan klien
tentang proses penyakit menjadi bertambah.
TB PARU
1. Pengertian
http://iwansain.files.wordpress.com/2007/08/jerm.jpgTuberkulosis adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tubeculosis.http://medscape.com/files/2007/08/art-ar461046fig41.jpg
http://iwansain.files.wordpress.com/2007/08/jerm.jpgTuberkulosis adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tubeculosis.http://medscape.com/files/2007/08/art-ar461046fig41.jpg
2. Etiologi
Tuberkulosis paru adalah penyakit menular yang disebabkan oleh basil mikrobakterium tuberkulosis tipe humanus, sejenis kuman yang berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4/mm dan tebal 0,3-0,6/mm. Sebagian besar kuman terdiri atas asam lemak (lipid). Lipid inilah yang membuat kuman lebih tahan terhadap asam dan lebih tahan terhadap gangguan kimia dan fisik.Kuman ini tahan hidup pada udara kering maupun dalam keadaan dingin (dapat tahan bertahun-tahun dalam lemari es). Hal ini terjadi karena kuman berada dalam sifat dormant. Dari sifat dormant ini kuman dapat bangkit kembali dan menjadikan tuberkulosis aktif kembali. Sifat lain kuman adalah aerob. Sifat ini menunjukkan bahwa kuman lebih menyenangi jaringan yang tinggi kandungan oksigennya. Dalam hal ini tekanan bagian apikal paru-paru lebih tinggi dari pada bagian lainnya, sehingga bagian apikal ini merupakan tempat predileksi penyakit tuberkulosis.
Tuberkulosis paru merupakan penyakit infeksi penting saluran pernapasan. Basil mikrobakterium tersebut masuk kedalam jaringan paru melalui saluran napas (droplet infection) sampai alveoli, maka terjadilah infeksi primer (ghon) selanjutnya menyebar kekelenjar getah bening setempat dan terbentuklah primer kompleks (ranke). keduanya dinamakan tuberkulosis primer, yang dalam perjalanannya sebagian besar akan mengalami penyembuhan. Tuberkulosis paru primer, peradangan terjadi sebelum tubuh mempunyai kekebalan spesifik terhadap basil mikobakterium. Tuberkulosis yang kebanyakan didapatkan pad usia 1-3 tahun. Sedangkan yang disebut tuberkulosis post primer (reinfection) adalah peradangan jaringan paru oleh karena terjadi penularan ulang yang mana di dalam tubuh terbentuk kekebalan spesifik terhadap basil tersebut.
Tuberkulosis paru adalah penyakit menular yang disebabkan oleh basil mikrobakterium tuberkulosis tipe humanus, sejenis kuman yang berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4/mm dan tebal 0,3-0,6/mm. Sebagian besar kuman terdiri atas asam lemak (lipid). Lipid inilah yang membuat kuman lebih tahan terhadap asam dan lebih tahan terhadap gangguan kimia dan fisik.Kuman ini tahan hidup pada udara kering maupun dalam keadaan dingin (dapat tahan bertahun-tahun dalam lemari es). Hal ini terjadi karena kuman berada dalam sifat dormant. Dari sifat dormant ini kuman dapat bangkit kembali dan menjadikan tuberkulosis aktif kembali. Sifat lain kuman adalah aerob. Sifat ini menunjukkan bahwa kuman lebih menyenangi jaringan yang tinggi kandungan oksigennya. Dalam hal ini tekanan bagian apikal paru-paru lebih tinggi dari pada bagian lainnya, sehingga bagian apikal ini merupakan tempat predileksi penyakit tuberkulosis.
Tuberkulosis paru merupakan penyakit infeksi penting saluran pernapasan. Basil mikrobakterium tersebut masuk kedalam jaringan paru melalui saluran napas (droplet infection) sampai alveoli, maka terjadilah infeksi primer (ghon) selanjutnya menyebar kekelenjar getah bening setempat dan terbentuklah primer kompleks (ranke). keduanya dinamakan tuberkulosis primer, yang dalam perjalanannya sebagian besar akan mengalami penyembuhan. Tuberkulosis paru primer, peradangan terjadi sebelum tubuh mempunyai kekebalan spesifik terhadap basil mikobakterium. Tuberkulosis yang kebanyakan didapatkan pad usia 1-3 tahun. Sedangkan yang disebut tuberkulosis post primer (reinfection) adalah peradangan jaringan paru oleh karena terjadi penularan ulang yang mana di dalam tubuh terbentuk kekebalan spesifik terhadap basil tersebut.
3. Proses Penularan
Tuberkulosis tergolong airborne disease yakni penularan melalui droplet nuclei yang dikeluarkan ke udara oleh individu terinfeksi dalam fase aktif. Setiapkali penderita ini batuk dapat mengeluarkan 3000 droplet nuclei. Penularan umumnya terjadi di dalam ruangan dimana droplet nuclei dapat tinggal di udara dalam waktu lebih lama. Di bawah sinar matahari langsung basil tuberkel mati dengan cepat tetapi dalam ruang yang gelap lembab dapat bertahan sampai beberapa jam. Dua faktor penentu keberhasilan pemaparan Tuberkulosis pada individu baru yakni konsentrasi droplet nuclei dalam udara dan panjang waktu individu bernapas dalam udara yang terkontaminasi tersebut di samping daya tahan tubuh yang bersangkutan.
Di samping penularan melalui saluran pernapasan (paling sering), M. tuberculosis juga dapat masuk ke dalam tubuh melalui saluran pencernaan dan luka terbuka pada kulit (lebih jarang).
Tuberkulosis tergolong airborne disease yakni penularan melalui droplet nuclei yang dikeluarkan ke udara oleh individu terinfeksi dalam fase aktif. Setiapkali penderita ini batuk dapat mengeluarkan 3000 droplet nuclei. Penularan umumnya terjadi di dalam ruangan dimana droplet nuclei dapat tinggal di udara dalam waktu lebih lama. Di bawah sinar matahari langsung basil tuberkel mati dengan cepat tetapi dalam ruang yang gelap lembab dapat bertahan sampai beberapa jam. Dua faktor penentu keberhasilan pemaparan Tuberkulosis pada individu baru yakni konsentrasi droplet nuclei dalam udara dan panjang waktu individu bernapas dalam udara yang terkontaminasi tersebut di samping daya tahan tubuh yang bersangkutan.
Di samping penularan melalui saluran pernapasan (paling sering), M. tuberculosis juga dapat masuk ke dalam tubuh melalui saluran pencernaan dan luka terbuka pada kulit (lebih jarang).
4. Insiden
Penyakit tuberkulosis adalah penyakit yang sangat epidemik karena kuman mikrobakterium tuberkulosa telah menginfeksi sepertiga penduduk dunia. Program penaggulangan secara terpadu baru dilakkan pada tahun 1995 melalui strategi DOTS (directly observed treatment shortcourse chemoterapy), meskipun sejak tahun 1993 telah dicanangkan kedaruratan global penyakit tuberkulosis. Kegelisahan global ini didasarkan pada fakta bahwa pada sebagian besar negara di dunia, penyakit tuberkulosis tidak terkendali, hal ini disebabkan banyak penderita yang tidak berhasil disembuhkan, terutama penderita menular (BTA positif).
Pada tahun 1995, diperkirakan setiap tahun terjadi sekitar sembilan juta penderita dengan kematian tiga juta orang (WHO, 1997). Di negara-negara berkembang kematian karena penyakit ini merupakan 25 % dari seluruh kematian, yang sebenarnya dapat dicegah. Diperkirakan 95 % penyakit tuberkulosis berada di negara berkembang, 75 % adalah kelompok usia produktif (15-50 tahun). Tuberkulosis juga telah menyebabkan kematian lebih banyak terhadap wanita dibandingkan dengan kasus kematian karena kehamilan, persalinan dan nifas.
Di indonesia pada tahun yang sama, hasil survey kesehatan rumah tangga (SKRT) menunjukkan bahwa penyakit tuberkulosis merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah penyakit jantung dan penyakit infeksi saluran pernapasan pada semua kelompok usia, dan nomor satu dari golongan penyakit infeksi. WHO memperkirakan setiap tahun menjadi 583.000 kasus baru tuberkulosis dengan kematian sekitar 140.000. secara kasar diperkirakan setiap 100.000 penduduk Indonesia terdapat 130 penderita baru tuberkulosis dengan BTA positif.
Penyakit tuberkulosis adalah penyakit yang sangat epidemik karena kuman mikrobakterium tuberkulosa telah menginfeksi sepertiga penduduk dunia. Program penaggulangan secara terpadu baru dilakkan pada tahun 1995 melalui strategi DOTS (directly observed treatment shortcourse chemoterapy), meskipun sejak tahun 1993 telah dicanangkan kedaruratan global penyakit tuberkulosis. Kegelisahan global ini didasarkan pada fakta bahwa pada sebagian besar negara di dunia, penyakit tuberkulosis tidak terkendali, hal ini disebabkan banyak penderita yang tidak berhasil disembuhkan, terutama penderita menular (BTA positif).
Pada tahun 1995, diperkirakan setiap tahun terjadi sekitar sembilan juta penderita dengan kematian tiga juta orang (WHO, 1997). Di negara-negara berkembang kematian karena penyakit ini merupakan 25 % dari seluruh kematian, yang sebenarnya dapat dicegah. Diperkirakan 95 % penyakit tuberkulosis berada di negara berkembang, 75 % adalah kelompok usia produktif (15-50 tahun). Tuberkulosis juga telah menyebabkan kematian lebih banyak terhadap wanita dibandingkan dengan kasus kematian karena kehamilan, persalinan dan nifas.
Di indonesia pada tahun yang sama, hasil survey kesehatan rumah tangga (SKRT) menunjukkan bahwa penyakit tuberkulosis merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah penyakit jantung dan penyakit infeksi saluran pernapasan pada semua kelompok usia, dan nomor satu dari golongan penyakit infeksi. WHO memperkirakan setiap tahun menjadi 583.000 kasus baru tuberkulosis dengan kematian sekitar 140.000. secara kasar diperkirakan setiap 100.000 penduduk Indonesia terdapat 130 penderita baru tuberkulosis dengan BTA positif.
5. Anatomi dan Fisiologi
Saluran penghantar udara hingga mencapai paru-paru adalah hidung, farinx, larinx trachea, bronkus, dan bronkiolus. Hidung ; Nares anterior adalah saluran-saluran di dalam. rongga hidung. Saluran-saluran itu bermuara ke dalam bagian yang dikenal sebagai vestibulum. (rongga) hidung. Rongga hidung dilapisi sebagai selaput lendir yang sangat kaya akan pembuluh darah, dan bersambung dengan lapisan farinx dan dengan selaput lendir sinus yang mempunyai lubang masuk ke dalam. rongga hidung. Farinx (tekak) ; adalah pipa berotot yang berjalan dari dasar tengkorak sampai persambungannya dengan oesopagus pada ketinggian tulang rawan krikoid. Maka ‘letaknya di belakang larinx (larinx-faringeal).
Laringx (tenggorok) terletak di depan bagian terendah farinx yang mernisahkan dari columna vertebrata, berjalan dari farinx. sampai ketinggian vertebrata servikals dan masuk ke dalarn trachea di bawahnya. Larynx terdiri atas kepingan tulang rawan yang diikat bersama oleh ligarnen dan membran.
Trachea atau batang tenggorok kira-kira 9 cm panjangnya trachea berjalan dari larynx sarnpai kira-kira ketinggian vertebrata torakalis kelima dan di tempat ini bercabang mcnjadi dua bronckus (bronchi). Trachea tersusun atas 16 - 20 lingkaran tak- lengkap yang berupan cincin tulang rawan yang diikat bersama oleh jaringan fibrosa dan yang melengkapi lingkaran disebelah belakang trachea, selain itu juga membuat beberapa jaringan otot.
Bronchus yang terbentuk dari belahan dua trachea pada ketinggian kira-kira vertebrata torakalis kelima, mempunyai struktur serupa dengan trachea dan dilapisi oleh.jenis sel yang sama. Bronkus-bronkus itu berjalan ke bawah dan kesamping ke arah tampuk paru. Bronckus kanan lebih pendek dan lebih lebar daripada yang kiri, sedikit lebih tinggi darl arteri pulmonalis dan mengeluarkan sebuah cabang utama lewat di bawah arteri, disebut bronckus lobus bawah. Bronkus kiri lebih panjang dan lebih langsing dari yang kanan, dan berjalan di bawah arteri pulmonalis sebelurn di belah menjadi beberapa cabang yang berjalan kelobus atas dan bawah.
Saluran penghantar udara hingga mencapai paru-paru adalah hidung, farinx, larinx trachea, bronkus, dan bronkiolus. Hidung ; Nares anterior adalah saluran-saluran di dalam. rongga hidung. Saluran-saluran itu bermuara ke dalam bagian yang dikenal sebagai vestibulum. (rongga) hidung. Rongga hidung dilapisi sebagai selaput lendir yang sangat kaya akan pembuluh darah, dan bersambung dengan lapisan farinx dan dengan selaput lendir sinus yang mempunyai lubang masuk ke dalam. rongga hidung. Farinx (tekak) ; adalah pipa berotot yang berjalan dari dasar tengkorak sampai persambungannya dengan oesopagus pada ketinggian tulang rawan krikoid. Maka ‘letaknya di belakang larinx (larinx-faringeal).
Laringx (tenggorok) terletak di depan bagian terendah farinx yang mernisahkan dari columna vertebrata, berjalan dari farinx. sampai ketinggian vertebrata servikals dan masuk ke dalarn trachea di bawahnya. Larynx terdiri atas kepingan tulang rawan yang diikat bersama oleh ligarnen dan membran.
Trachea atau batang tenggorok kira-kira 9 cm panjangnya trachea berjalan dari larynx sarnpai kira-kira ketinggian vertebrata torakalis kelima dan di tempat ini bercabang mcnjadi dua bronckus (bronchi). Trachea tersusun atas 16 - 20 lingkaran tak- lengkap yang berupan cincin tulang rawan yang diikat bersama oleh jaringan fibrosa dan yang melengkapi lingkaran disebelah belakang trachea, selain itu juga membuat beberapa jaringan otot.
Bronchus yang terbentuk dari belahan dua trachea pada ketinggian kira-kira vertebrata torakalis kelima, mempunyai struktur serupa dengan trachea dan dilapisi oleh.jenis sel yang sama. Bronkus-bronkus itu berjalan ke bawah dan kesamping ke arah tampuk paru. Bronckus kanan lebih pendek dan lebih lebar daripada yang kiri, sedikit lebih tinggi darl arteri pulmonalis dan mengeluarkan sebuah cabang utama lewat di bawah arteri, disebut bronckus lobus bawah. Bronkus kiri lebih panjang dan lebih langsing dari yang kanan, dan berjalan di bawah arteri pulmonalis sebelurn di belah menjadi beberapa cabang yang berjalan kelobus atas dan bawah.
berikut:
(1) Terdapat permukaan gas-gas yaitu mengalirkan Oksigen dari udara atmosfer kedarah vena dan mengeluarkan gas carbondioksida dari alveoli keudara atmosfer. (2) menyaring bahan beracun dari sirkulasi (3) reservoir darah (4) fungsi utamanya adalah pertukaran gas-gas
(1) Terdapat permukaan gas-gas yaitu mengalirkan Oksigen dari udara atmosfer kedarah vena dan mengeluarkan gas carbondioksida dari alveoli keudara atmosfer. (2) menyaring bahan beracun dari sirkulasi (3) reservoir darah (4) fungsi utamanya adalah pertukaran gas-gas
6. Patofisiologi
Port de’ entri kuman microbaterium tuberculosis adalah saluran pernafasan, saluran pencernaan, dan luka terbuka pada kulit, kebanyakan infeksi tuberculosis terjadi melalui udara (air borne), yaitu melalui inhalasi droppet yang mengandung kuman-kuman basil tuberkel yang berasal dari orang yang terinfeksi.
Port de’ entri kuman microbaterium tuberculosis adalah saluran pernafasan, saluran pencernaan, dan luka terbuka pada kulit, kebanyakan infeksi tuberculosis terjadi melalui udara (air borne), yaitu melalui inhalasi droppet yang mengandung kuman-kuman basil tuberkel yang berasal dari orang yang terinfeksi.
Basil tuberkel yang mencapai permukaan alveolus biasanya diinhalasi terdiri
dari satu sampai tiga gumpalan basil yang lebih besar cenderung tertahan di
saluran hidung dan cabang besar bronkus dan tidak menyebabkan penyakit. Setelah
berada dalam ruang alveolus biasanya di bagian bawah lobus atau paru-paru, atau
di bagian atas lobus bawah. Basil tuberkel ini membangkitkan reaksi peradangan.
Leukosit polimorfonuklear tampak pada tempat tersebut dan memfagosit bacteria
namun tidak membunuh organisme tersebut. Sesudah hari-hari pertama maka
leukosit diganti oleh makrofag. Alveoli yang terserang akan mengalami
konsolidasi dan timbul gejala pneumonia akut. Pneumonia seluler ini dapat
sembuh dengan sendirinya sehingga tidak ada sisa yang tertinggal, atau proses
dapat juga berjalan terus, dan bakteri terus difagosit atau berkembang biak di
dalam sel. Basil juga menyebar melalui getah bening menuju ke kelenjar bening
regional. Makrofag yang mengadakan infiltrasi mcajadi lebih panjang dan
sebagian bersatu sehingga membentuk sel tuberkel epiteloit, yang dikelilingi
oleh fosit. Reaksi ini biasanya membutuhkan waktu 10 sampai 20 hari.
7. Manifestasi Klinik
Tuberkulosis sering dijuluki “the great imitator” yaitu suatu penyakit yang mempunyai banyak kemiripan dengan penyakit lain yang juga memberikan gejala umum seperti lemah dan demam. Pada sejumlah penderita gejala yang timbul tidak jelas sehingga diabaikan bahkan kadang-kadang asimtomatik.
Tuberkulosis sering dijuluki “the great imitator” yaitu suatu penyakit yang mempunyai banyak kemiripan dengan penyakit lain yang juga memberikan gejala umum seperti lemah dan demam. Pada sejumlah penderita gejala yang timbul tidak jelas sehingga diabaikan bahkan kadang-kadang asimtomatik.
Gambaran klinik TB paru dapat dibagi menjadi 2 golongan, gejala
respiratorik dan gejala sistemik:
1. Gejala respiratorik, meliputi:
a. Batuk
Gejala batuk timbul paling dini dan merupakan gangguan yang paling sering dikeluhkan. Mula-mula bersifat non produktif kemudian berdahak bahkan bercampur darah bila sudah ada kerusakan jaringan.
1. Gejala respiratorik, meliputi:
a. Batuk
Gejala batuk timbul paling dini dan merupakan gangguan yang paling sering dikeluhkan. Mula-mula bersifat non produktif kemudian berdahak bahkan bercampur darah bila sudah ada kerusakan jaringan.
b. Batuk darah
Darah yang dikeluarkan dalam dahak bervariasi, mungkin tampak berupa garis atau bercak-bercak darak, gumpalan darah atau darah segar dalam jumlah sangat banyak. Batuk darak terjadi karena pecahnya pembuluh darah. Berat ringannya batuk darah tergantung dari besar kecilnya pembuluh darah yang pecah.
Darah yang dikeluarkan dalam dahak bervariasi, mungkin tampak berupa garis atau bercak-bercak darak, gumpalan darah atau darah segar dalam jumlah sangat banyak. Batuk darak terjadi karena pecahnya pembuluh darah. Berat ringannya batuk darah tergantung dari besar kecilnya pembuluh darah yang pecah.
c. Sesak napas
Gejala ini ditemukan bila kerusakan parenkim paru sudah luas atau karena ada hal-hal yang menyertai seperti efusi pleura, pneumothorax, anemia dan lain-lain.
Gejala ini ditemukan bila kerusakan parenkim paru sudah luas atau karena ada hal-hal yang menyertai seperti efusi pleura, pneumothorax, anemia dan lain-lain.
d. Nyeri dada
Nyeri dada pada TB paru termasuk nyeri pleuritik yang ringan. Gejala ini timbul apabila sistem persarafan di pleura terkena.
Nyeri dada pada TB paru termasuk nyeri pleuritik yang ringan. Gejala ini timbul apabila sistem persarafan di pleura terkena.
2.
Gejala sistemik, meliputi:
a. Demam
Merupakan gejala yang sering dijumpai biasanya timbul pada sore dan malam hari mirip demam influenza, hilang timbul dan makin lama makin panjang serangannya sedang masa bebas serangan makin pendek.
a. Demam
Merupakan gejala yang sering dijumpai biasanya timbul pada sore dan malam hari mirip demam influenza, hilang timbul dan makin lama makin panjang serangannya sedang masa bebas serangan makin pendek.
b. Gejala sistemik lain
Gejala sistemik lain ialah keringat malam, anoreksia, penurunan berat badan serta malaise.
Timbulnya gejala biasanya gradual dalam beberapa minggu-bulan, akan tetapi penampilan akut dengan batuk, panas, sesak napas walaupun jarang dapat juga timbul menyerupai gejala pneumonia.
Gejala sistemik lain ialah keringat malam, anoreksia, penurunan berat badan serta malaise.
Timbulnya gejala biasanya gradual dalam beberapa minggu-bulan, akan tetapi penampilan akut dengan batuk, panas, sesak napas walaupun jarang dapat juga timbul menyerupai gejala pneumonia.
Gejala klinis Haemoptoe:
Kita harus memastikan bahwa perdarahan dari nasofaring dengan cara membedakan ciri-ciri sebagai berikut :
1. Batuk darah
a. Darah dibatukkan dengan rasa panas di tenggorokan
b. Darah berbuih bercampur udara
c. Darah segar berwarna merah muda
d. Darah bersifat alkalis
e. Anemia kadang-kadang terjadi
f. Benzidin test negatif
Kita harus memastikan bahwa perdarahan dari nasofaring dengan cara membedakan ciri-ciri sebagai berikut :
1. Batuk darah
a. Darah dibatukkan dengan rasa panas di tenggorokan
b. Darah berbuih bercampur udara
c. Darah segar berwarna merah muda
d. Darah bersifat alkalis
e. Anemia kadang-kadang terjadi
f. Benzidin test negatif
2.
Muntah darah
a. Darah dimuntahkan dengan rasa mual
b. Darah bercampur sisa makanan
c. Darah berwarna hitam karena bercampur asam lambung
d. Darah bersifat asam
e. Anemia seriang terjadi
f. Benzidin test positif
a. Darah dimuntahkan dengan rasa mual
b. Darah bercampur sisa makanan
c. Darah berwarna hitam karena bercampur asam lambung
d. Darah bersifat asam
e. Anemia seriang terjadi
f. Benzidin test positif
3.
Epistaksis
a. Darah menetes dari hidung
b. Batuk pelan kadang keluar
c. Darah berwarna merah segar
d. Darah bersifat alkalis
e. Anemia jarang terjadi
a. Darah menetes dari hidung
b. Batuk pelan kadang keluar
c. Darah berwarna merah segar
d. Darah bersifat alkalis
e. Anemia jarang terjadi
8. Test Diagnostik
Foto thorax PA dengan atau tanpa literal merupakan pemeriksaan radiology standar. Jenis pemeriksaan radiology lain hanya atas indikasi Top foto, oblik, tomogram dan lain-lain.
Foto thorax PA dengan atau tanpa literal merupakan pemeriksaan radiology standar. Jenis pemeriksaan radiology lain hanya atas indikasi Top foto, oblik, tomogram dan lain-lain.
Karakteristik radiology yang menunjang diagnostik antara lain :
a. Bayangan lesi radiology yang terletak di lapangan atas paru.
b. Bayangan yang berawan (patchy) atau berbercak (noduler)
c. Kelainan yang bilateral, terutama bila terdapat di lapangan atas paru
d. Bayang yang menetap atau relatif menetap setelah beberapa minggu
e. Bayangan bilier
Pemeriksaan Bakteriologik (Sputum) ; Ditemukannya kuman micobakterium TBC dari dahak penderita memastikan diagnosis tuberculosis paru.
Pemeriksaan biasanya lebih sensitive daripada sediaan apus (mikroskopis). Pengambilan dahak yang benar sangat penting untuk mendapatkan hasil yang sebaik-baiknya. Pada pemeriksaan pertama. sebaiknya 3 kali pemeriksaan dahak. Uji resistensi harus dilakukan apabila ada dugaan resistensi terhadap pengobatan.
Pemeriksaan sputum adalah diagnostik yang terpenting dalam prograrn pemberantasan TBC paru di Indonesia.
a. Bayangan lesi radiology yang terletak di lapangan atas paru.
b. Bayangan yang berawan (patchy) atau berbercak (noduler)
c. Kelainan yang bilateral, terutama bila terdapat di lapangan atas paru
d. Bayang yang menetap atau relatif menetap setelah beberapa minggu
e. Bayangan bilier
Pemeriksaan Bakteriologik (Sputum) ; Ditemukannya kuman micobakterium TBC dari dahak penderita memastikan diagnosis tuberculosis paru.
Pemeriksaan biasanya lebih sensitive daripada sediaan apus (mikroskopis). Pengambilan dahak yang benar sangat penting untuk mendapatkan hasil yang sebaik-baiknya. Pada pemeriksaan pertama. sebaiknya 3 kali pemeriksaan dahak. Uji resistensi harus dilakukan apabila ada dugaan resistensi terhadap pengobatan.
Pemeriksaan sputum adalah diagnostik yang terpenting dalam prograrn pemberantasan TBC paru di Indonesia.
9. Klasifikasi
Klasifikasi TB Paru dibuat berdasarkan gejala klinik, bakteriologik, radiologik dan riwayat pengobatan sebelumnya. Klasifikasi ini penting karena merupakan salah satu faktor determinan untuk menetapkan strategi terapi.
Sesuai dengan program Gerdunas P2TB klasifikasi TB Paru dibagi sebagai berikut:
Klasifikasi TB Paru dibuat berdasarkan gejala klinik, bakteriologik, radiologik dan riwayat pengobatan sebelumnya. Klasifikasi ini penting karena merupakan salah satu faktor determinan untuk menetapkan strategi terapi.
Sesuai dengan program Gerdunas P2TB klasifikasi TB Paru dibagi sebagai berikut:
a.
TB Paru BTA Positif dengan kriteria:
1. Dengan atau tanpa gejala klinik
2. BTA positif: mikroskopik positif 2 kali, mikroskopik positif 1 kali disokong biakan positif satu kali atau disokong radiologik positif 1 kali.
3. Gambaran radiologik sesuai dengan TB paru.
1. Dengan atau tanpa gejala klinik
2. BTA positif: mikroskopik positif 2 kali, mikroskopik positif 1 kali disokong biakan positif satu kali atau disokong radiologik positif 1 kali.
3. Gambaran radiologik sesuai dengan TB paru.
b.
TB Paru BTA Negatif dengan kriteria:
1. Gejala klinik dan gambaran radilogik sesuai dengan TB Paru aktif
2. BTA negatif, biakan negatif tetapi radiologik positif.
1. Gejala klinik dan gambaran radilogik sesuai dengan TB Paru aktif
2. BTA negatif, biakan negatif tetapi radiologik positif.
c.
Bekas TB Paru dengan kriteria:
a. Bakteriologik (mikroskopik dan biakan) negatif
b. Gejala klinik tidak ada atau ada gejala sisa akibat kelainan paru.
c. Radiologik menunjukkan gambaran lesi TB inaktif, menunjukkan serial foto yang tidak berubah.
d. Ada riwayat pengobatan OAT yang adekuat (lebih mendukung).
a. Bakteriologik (mikroskopik dan biakan) negatif
b. Gejala klinik tidak ada atau ada gejala sisa akibat kelainan paru.
c. Radiologik menunjukkan gambaran lesi TB inaktif, menunjukkan serial foto yang tidak berubah.
d. Ada riwayat pengobatan OAT yang adekuat (lebih mendukung).
10. Penanganan Medik
Tujuan pengobatan pada penderita TB Paru selain untuk mengobati juga mencegah kematian, mencegsah kekambuhan atau resistensi terhadap OAT serta memutuskan mata rantai penularan.
Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan fase lanjutan (4-7 bulan). Paduan obat yang digunakan terdiri dari obat utama dan obat tambahan. Jenis obat utama yang digunakan sesuai dengan rekomendasi WHO adalah Rifampisin, INH, Pirasinamid, Streptomisin dan Etambutol. Sedang jenis obat tambahan adalah Kanamisin, Kuinolon, Makrolide dan Amoksisilin + Asam Klavulanat, derivat Rifampisin/INH.
Tujuan pengobatan pada penderita TB Paru selain untuk mengobati juga mencegah kematian, mencegsah kekambuhan atau resistensi terhadap OAT serta memutuskan mata rantai penularan.
Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan fase lanjutan (4-7 bulan). Paduan obat yang digunakan terdiri dari obat utama dan obat tambahan. Jenis obat utama yang digunakan sesuai dengan rekomendasi WHO adalah Rifampisin, INH, Pirasinamid, Streptomisin dan Etambutol. Sedang jenis obat tambahan adalah Kanamisin, Kuinolon, Makrolide dan Amoksisilin + Asam Klavulanat, derivat Rifampisin/INH.
Untuk keperluan pengobatan perlu dibuat batasan kasus terlebih dahulu
berdasarkan lokasi tuberkulosa, berat ringannya penyakit, hasil pemeriksaan
bakteriologik, hapusan dahak dan riwayat pengobatan sebelumnya. Di samping itu
perlu pemahaman tentang strategi penanggulangan TB yang dikenal sebagai Directly
Observed Treatment Short Course (DOTS) yang direkomendasikan oleh WHO yang
terdiri dari lima komponen yaitu:
- Adanya komitmen politis berupa dukungan pengambil keputusan dalam penanggulangan TB.
- Diagnosis TB melalui pemeriksaan dahak secara mikroskopik langsung sedang pemeriksaan penunjang lainnya seperti pemeriksaan radiologis dan kultur dapat dilaksanakan di unit pelayanan yang memiliki sarana tersebut.
- Pengobatan TB dengan paduan OAT jangka pendek dengan pengawasan langsung oleh Pengawas Menelan Obat (PMO) khususnya dalam 2 bulan pertama dimana penderita harus minum obat setiap hari.
- Kesinambungan ketersediaan paduan OAT jangka pendek yang cukup.
- Pencatatan dan pelaporan yang baku.
B. PROSES KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Data-data yang perlu dikaji pada asuhan keperawatan dengan Tuberkulosis paru (Doengoes, 2000) ialah sebagai berikut :
1. Pengkajian
Data-data yang perlu dikaji pada asuhan keperawatan dengan Tuberkulosis paru (Doengoes, 2000) ialah sebagai berikut :
1. Riwayat PerjalananPenyakit
a. Pola aktivitas dan istirahat
Subjektif : Rasa lemah cepat lelah, aktivitas berat timbul. sesak (nafas pendek), sulit tidur, demam, menggigil, berkeringat pada malam hari.
Objektif : Takikardia, takipnea/dispnea saat kerja, irritable, sesak (tahap, lanjut; infiltrasi radang sampai setengah paru), demam subfebris (40 -410C) hilang timbul.
a. Pola aktivitas dan istirahat
Subjektif : Rasa lemah cepat lelah, aktivitas berat timbul. sesak (nafas pendek), sulit tidur, demam, menggigil, berkeringat pada malam hari.
Objektif : Takikardia, takipnea/dispnea saat kerja, irritable, sesak (tahap, lanjut; infiltrasi radang sampai setengah paru), demam subfebris (40 -410C) hilang timbul.
b. Pola nutrisi
Subjektif : Anoreksia, mual, tidak enak diperut, penurunan berat badan.
Objektif : Turgor kulit jelek, kulit kering/bersisik, kehilangan lemak sub kutan.
Subjektif : Anoreksia, mual, tidak enak diperut, penurunan berat badan.
Objektif : Turgor kulit jelek, kulit kering/bersisik, kehilangan lemak sub kutan.
c. Respirasi
Subjektif : Batuk produktif/non produktif sesak napas, sakit dada.
Objektif : Mulai batuk kering sampai batuk dengan sputum hijau/purulent, mukoid kuning atau bercak darah, pembengkakan kelenjar limfe, terdengar bunyi ronkhi basah, kasar di daerah apeks paru, takipneu (penyakit luas atau fibrosis parenkim paru dan pleural), sesak napas, pengembangan pernapasan tidak simetris (effusi pleura.), perkusi pekak dan penurunan fremitus (cairan pleural), deviasi trakeal (penyebaran bronkogenik).
Subjektif : Batuk produktif/non produktif sesak napas, sakit dada.
Objektif : Mulai batuk kering sampai batuk dengan sputum hijau/purulent, mukoid kuning atau bercak darah, pembengkakan kelenjar limfe, terdengar bunyi ronkhi basah, kasar di daerah apeks paru, takipneu (penyakit luas atau fibrosis parenkim paru dan pleural), sesak napas, pengembangan pernapasan tidak simetris (effusi pleura.), perkusi pekak dan penurunan fremitus (cairan pleural), deviasi trakeal (penyebaran bronkogenik).
d. Rasa nyaman/nyeri
Subjektif : Nyeri dada meningkat karena batuk berulang.
Obiektif : Berhati-hati pada area yang sakit, prilaku distraksi, gelisah, nyeri bisa timbul bila infiltrasi radang sampai ke pleura sehingga timbul pleuritis.
Subjektif : Nyeri dada meningkat karena batuk berulang.
Obiektif : Berhati-hati pada area yang sakit, prilaku distraksi, gelisah, nyeri bisa timbul bila infiltrasi radang sampai ke pleura sehingga timbul pleuritis.
e. Integritas ego
Subjektif : Faktor stress lama, masalah keuangan, perasaan tak berdaya/tak ada harapan.
Objektif : Menyangkal (selama tahap dini), ansietas, ketakutan, mudah tersinggung.
Subjektif : Faktor stress lama, masalah keuangan, perasaan tak berdaya/tak ada harapan.
Objektif : Menyangkal (selama tahap dini), ansietas, ketakutan, mudah tersinggung.
2. Riwayat Penyakit Sebelumnya:
a. Pernah sakit batuk yang lama dan tidak sembuh-sembuh.
b. Pernah berobat tetapi tidak sembuh.
c. Pernah berobat tetapi tidak teratur.
d. Riwayat kontak dengan penderita Tuberkulosis Paru.
e. Daya tahan tubuh yang menurun.
f. Riwayat vaksinasi yang tidak teratur.
a. Pernah sakit batuk yang lama dan tidak sembuh-sembuh.
b. Pernah berobat tetapi tidak sembuh.
c. Pernah berobat tetapi tidak teratur.
d. Riwayat kontak dengan penderita Tuberkulosis Paru.
e. Daya tahan tubuh yang menurun.
f. Riwayat vaksinasi yang tidak teratur.
3. Riwayat Pengobatan Sebelumnya:
a. Kapan pasien mendapatkan pengobatan sehubungan dengan sakitnya.
b. Jenis, warna, dosis obat yang diminum.
c. Berapa lama. pasien menjalani pengobatan sehubungan dengan penyakitnya.
d. Kapan pasien mendapatkan pengobatan terakhir.
a. Kapan pasien mendapatkan pengobatan sehubungan dengan sakitnya.
b. Jenis, warna, dosis obat yang diminum.
c. Berapa lama. pasien menjalani pengobatan sehubungan dengan penyakitnya.
d. Kapan pasien mendapatkan pengobatan terakhir.
4. Riwayat Sosial Ekonomi:
a. Riwayat pekerjaan. Jenis pekerjaan, waktu dan tempat bekerja, jumlah penghasilan.
b. Aspek psikososial. Merasa dikucilkan, tidak dapat berkomunikisi dengan bebas, menarik diri, biasanya pada keluarga yang kurang marnpu, masalah berhubungan dengan kondisi ekonomi, untuk sembuh perlu waktu yang lama dan biaya yang banyak, masalah tentang masa depan/pekerjaan pasien, tidak bersemangat dan putus harapan.
a. Riwayat pekerjaan. Jenis pekerjaan, waktu dan tempat bekerja, jumlah penghasilan.
b. Aspek psikososial. Merasa dikucilkan, tidak dapat berkomunikisi dengan bebas, menarik diri, biasanya pada keluarga yang kurang marnpu, masalah berhubungan dengan kondisi ekonomi, untuk sembuh perlu waktu yang lama dan biaya yang banyak, masalah tentang masa depan/pekerjaan pasien, tidak bersemangat dan putus harapan.
5. Faktor Pendukung:
a. Riwayat lingkungan.
b. Pola hidup.
Nutrisi, kebiasaan merokok, minum alkohol, pola istirahat dan tidur, kebersihan diri.
c. Tingkat pengetahuan/pendidikan pasien dan keluarga tentang penyakit, pencegahan, pengobatan dan perawatannya.
a. Riwayat lingkungan.
b. Pola hidup.
Nutrisi, kebiasaan merokok, minum alkohol, pola istirahat dan tidur, kebersihan diri.
c. Tingkat pengetahuan/pendidikan pasien dan keluarga tentang penyakit, pencegahan, pengobatan dan perawatannya.
6. Pemeriksaan Diagnostik:
a. Kultur sputum: Mikobakterium Tuberkulosis positif pada tahap akhir penyakit.
b. Tes Tuberkulin: Mantoux test reaksi positif (area indurasi 10-15 mm terjadi 48-72 jam).
c. Poto torak: Infiltnasi lesi awal pada area paru atas ; Pada tahap dini tampak gambaran bercak-bercak seperti awan dengan batas tidak jelas ; Pada kavitas bayangan, berupa cincin ; Pada kalsifikasi tampak bayangan bercak-bercak padat dengan densitas tinggi.
d. Bronchografi: untuk melihat kerusakan bronkus atau kerusakan paru karena TB paru.
e. Darah: peningkatan leukosit dan Laju Endap Darah (LED).
f. Spirometri: penurunan fuagsi paru dengan kapasitas vital menurun.
a. Kultur sputum: Mikobakterium Tuberkulosis positif pada tahap akhir penyakit.
b. Tes Tuberkulin: Mantoux test reaksi positif (area indurasi 10-15 mm terjadi 48-72 jam).
c. Poto torak: Infiltnasi lesi awal pada area paru atas ; Pada tahap dini tampak gambaran bercak-bercak seperti awan dengan batas tidak jelas ; Pada kavitas bayangan, berupa cincin ; Pada kalsifikasi tampak bayangan bercak-bercak padat dengan densitas tinggi.
d. Bronchografi: untuk melihat kerusakan bronkus atau kerusakan paru karena TB paru.
e. Darah: peningkatan leukosit dan Laju Endap Darah (LED).
f. Spirometri: penurunan fuagsi paru dengan kapasitas vital menurun.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang lazim terjadi pada klien dengan Tuberkulosis paru adalah sebagai berikut:
Diagnosa keperawatan yang lazim terjadi pada klien dengan Tuberkulosis paru adalah sebagai berikut:
1. Bersihan jalan napas tidak
efektif berhubungan dengan: Sekret kental atau sekret darah, Kelemahan, upaya
batuk buruk. Edema trakeal/faringeal.
2. Gangguan pertukaran gas
berhubungan dengan: Berkurangnya keefektifan permukaan paru, atelektasis,
Kerusakan membran alveolar kapiler, Sekret yang kental, Edema bronchial.
3. Resiko tinggi infeksi dan
penyebaran infeksi berhubungan dengan: Daya tahan tubuh menurun, fungsi silia
menurun, sekret yang inenetap, Kerusakan jaringan akibat infeksi yang menyebar,
Malnutrisi, Terkontaminasi oleh lingkungan, Kurang pengetahuan tentang infeksi
kuman.
4. Perubahan kebutuhan nutrisi,
kurang dari kebutuhan berhubungan dengan: Kelelahan, Batuk yang sering, adanya
produksi sputum, Dispnea, Anoreksia, Penurunan kemampuan finansial.
5. Kurang pengetahuan tentang
kondisi, pengobatan, pencegahan berhubungan dengan: Tidak ada yang menerangkan,
Interpretasi yang salah, Informasi yang didapat tidak lengkap/tidak akurat,
Terbatasnya pengetahuan/kognitif
3. Rencana Keperawatan
Adapun rencana keperawatan yang ditetapkan berdasarkan diagnosis keperawatan yang telah dirumuskan sebagai berikut:
Adapun rencana keperawatan yang ditetapkan berdasarkan diagnosis keperawatan yang telah dirumuskan sebagai berikut:
1. Bersihan jalan napas tidak efektif
Tujuan: Mempertahankan jalan napas pasien. Mengeluarkan sekret tanpa bantuan. Menunjukkan prilaku untuk memperbaiki bersihan jalan napas. Berpartisipasi dalam program pengobatan sesuai kondisi. Mengidentifikasi potensial komplikasi dan melakukan tindakan tepat.
Tujuan: Mempertahankan jalan napas pasien. Mengeluarkan sekret tanpa bantuan. Menunjukkan prilaku untuk memperbaiki bersihan jalan napas. Berpartisipasi dalam program pengobatan sesuai kondisi. Mengidentifikasi potensial komplikasi dan melakukan tindakan tepat.
Intervensi:
a. Kaji fungsi pernapasan: bunyi napas, kecepatan, imma, kedalaman dan penggunaan otot aksesori.
Rasional: Penurunan bunyi napas indikasi atelektasis, ronki indikasi akumulasi secret/ketidakmampuan membersihkan jalan napas sehingga otot aksesori digunakan dan kerja pernapasan meningkat.
a. Kaji fungsi pernapasan: bunyi napas, kecepatan, imma, kedalaman dan penggunaan otot aksesori.
Rasional: Penurunan bunyi napas indikasi atelektasis, ronki indikasi akumulasi secret/ketidakmampuan membersihkan jalan napas sehingga otot aksesori digunakan dan kerja pernapasan meningkat.
b. Catat kemampuan untuk mengeluarkan secret atau batuk efektif, catat
karakter, jumlah sputum, adanya hemoptisis.
Rasional: Pengeluaran sulit bila sekret tebal, sputum berdarah akibat kerusakan paru atau luka bronchial yang memerlukan evaluasi/intervensi lanjut.
Rasional: Pengeluaran sulit bila sekret tebal, sputum berdarah akibat kerusakan paru atau luka bronchial yang memerlukan evaluasi/intervensi lanjut.
c. Berikan pasien posisi semi atau Fowler, Bantu/ajarkan batuk efektif dan
latihan napas dalam.
Rasional: Meningkatkan ekspansi paru, ventilasi maksimal membuka area atelektasis dan peningkatan gerakan sekret agar mudah dikeluarkan
Rasional: Meningkatkan ekspansi paru, ventilasi maksimal membuka area atelektasis dan peningkatan gerakan sekret agar mudah dikeluarkan
d. Bersihkan sekret dari mulut dan trakea, suction bila perlu.
Rasional: Mencegah obstruksi/aspirasi. Suction dilakukan bila pasien tidak mampu mengeluarkan sekret.
Rasional: Mencegah obstruksi/aspirasi. Suction dilakukan bila pasien tidak mampu mengeluarkan sekret.
e. Pertahankan intake cairan minimal 2500 ml/hari kecuali kontraindikasi.
Rasional: Membantu mengencerkan secret sehingga mudah dikeluarkan
Rasional: Membantu mengencerkan secret sehingga mudah dikeluarkan
f. Lembabkan udara/oksigen inspirasi.
Rasional: Mencegah pengeringan membran mukosa.
Rasional: Mencegah pengeringan membran mukosa.
g. Berikan obat: agen mukolitik, bronkodilator, kortikosteroid sesuai
indikasi.
Rasional: Menurunkan kekentalan sekret, lingkaran ukuran lumen trakeabronkial, berguna jika terjadi hipoksemia pada kavitas yang luas.
Rasional: Menurunkan kekentalan sekret, lingkaran ukuran lumen trakeabronkial, berguna jika terjadi hipoksemia pada kavitas yang luas.
h. Bantu inkubasi darurat bila perlu.
Rasional: Diperlukan pada kasus jarang bronkogenik. dengan edema laring atau perdarahan paru akut.
Rasional: Diperlukan pada kasus jarang bronkogenik. dengan edema laring atau perdarahan paru akut.
2. Gangguan pertukaran gas
Tujuan: Melaporkan tidak terjadi dispnea. Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat dengan GDA dalam rentang normal. Bebas dari gejala distress pernapasan.
Tujuan: Melaporkan tidak terjadi dispnea. Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat dengan GDA dalam rentang normal. Bebas dari gejala distress pernapasan.
Intervensi
a. Kaji dispnea, takipnea, bunyi pernapasan abnormal. Peningkatan upaya respirasi, keterbatasan ekspansi dada dan kelemahan.
Rasional: Tuberkulosis paru dapat rnenyebabkan meluasnya jangkauan dalam paru-pani yang berasal dari bronkopneumonia yang meluas menjadi inflamasi, nekrosis, pleural effusion dan meluasnya fibrosis dengan gejala-gejala respirasi distress.
a. Kaji dispnea, takipnea, bunyi pernapasan abnormal. Peningkatan upaya respirasi, keterbatasan ekspansi dada dan kelemahan.
Rasional: Tuberkulosis paru dapat rnenyebabkan meluasnya jangkauan dalam paru-pani yang berasal dari bronkopneumonia yang meluas menjadi inflamasi, nekrosis, pleural effusion dan meluasnya fibrosis dengan gejala-gejala respirasi distress.
b. Evaluasi perubahan-tingkat kesadaran, catat tanda-tanda sianosis dan
perubahan warna kulit, membran mukosa, dan warna kuku.
Rasional: Akumulasi secret dapat menggangp oksigenasi di organ vital dan jaringan.
Rasional: Akumulasi secret dapat menggangp oksigenasi di organ vital dan jaringan.
c. Demonstrasikan/anjurkan untuk mengeluarkan napas dengan bibir disiutkan,
terutama pada pasien dengan fibrosis atau kerusakan parenkim.
Rasional: Meningkatnya resistensi aliran udara untuk mencegah kolapsnya jalan napas.
Rasional: Meningkatnya resistensi aliran udara untuk mencegah kolapsnya jalan napas.
d. Anjurkan untuk bedrest, batasi dan bantu aktivitas sesuai kebutuhan.
Rasional: Mengurangi konsumsi oksigen pada periode respirasi.
Rasional: Mengurangi konsumsi oksigen pada periode respirasi.
e. Monitor GDA.
Rasional: Menurunnya saturasi oksigen (PaO2) atau meningkatnya PaC02 menunjukkan perlunya penanganan yang lebih. adekuat atau perubahan terapi.
Rasional: Menurunnya saturasi oksigen (PaO2) atau meningkatnya PaC02 menunjukkan perlunya penanganan yang lebih. adekuat atau perubahan terapi.
f. Berikan oksigen sesuai indikasi.
Rasional: Membantu mengoreksi hipoksemia yang terjadi sekunder hipoventilasi dan penurunan permukaan alveolar paru.
Rasional: Membantu mengoreksi hipoksemia yang terjadi sekunder hipoventilasi dan penurunan permukaan alveolar paru.
3. Resiko tinggi infeksi dan penyebaran infeksi
Tujuan: Mengidentifikasi intervensi untuk mencegah/menurunkan resiko penyebaran infeksi. Menunjukkan/melakukan perubahan pola hidup untuk meningkatkan lingkungan yang. aman.
Tujuan: Mengidentifikasi intervensi untuk mencegah/menurunkan resiko penyebaran infeksi. Menunjukkan/melakukan perubahan pola hidup untuk meningkatkan lingkungan yang. aman.
Intervensi
a. Review patologi penyakit fase aktif/tidak aktif, penyebaran infeksi melalui bronkus pada jaringan sekitarnya atau aliran darah atau sistem limfe dan resiko infeksi melalui batuk, bersin, meludah, tertawa., ciuman atau menyanyi.
Rasional: Membantu pasien agar mau mengerti dan menerima terapi yang diberikan untuk mencegah komplikasi.
a. Review patologi penyakit fase aktif/tidak aktif, penyebaran infeksi melalui bronkus pada jaringan sekitarnya atau aliran darah atau sistem limfe dan resiko infeksi melalui batuk, bersin, meludah, tertawa., ciuman atau menyanyi.
Rasional: Membantu pasien agar mau mengerti dan menerima terapi yang diberikan untuk mencegah komplikasi.
b. Identifikasi orang-orang yang beresiko terkena infeksi seperti anggota
keluarga, teman, orang dalam satu perkumpulan.
Rasional: Orang-orang yang beresiko perlu program terapi obat untuk mencegah penyebaran infeksi.
Rasional: Orang-orang yang beresiko perlu program terapi obat untuk mencegah penyebaran infeksi.
c. Anjurkan pasien menutup mulut dan membuang dahak di tempat penampungan
yang tertutup jika batuk.
Rasional: Kebiasaan ini untuk mencegah terjadinya penularan infeksi.
Rasional: Kebiasaan ini untuk mencegah terjadinya penularan infeksi.
d. Gunakan masker setiap melakukan tindakan.
Rasional: Mengurangi risilio penyebaran infeksi.
Rasional: Mengurangi risilio penyebaran infeksi.
e. Monitor temperatur.
Rasional: Febris merupakan indikasi terjadinya infeksi.
Rasional: Febris merupakan indikasi terjadinya infeksi.
f. Identifikasi individu yang berisiko tinggi untuk terinfeksi ulang
Tuberkulosis paru, seperti: alkoholisme, malnutrisi, operasi bypass intestinal,
menggunakan obat penekan imun/ kortikosteroid, adanya diabetes melitus, kanker.
Rasional: Pengetahuan tentang faktor-faktor ini membantu pasien untuk mengubah gaya hidup dan menghindari/mengurangi keadaan yang lebih buruk.
Rasional: Pengetahuan tentang faktor-faktor ini membantu pasien untuk mengubah gaya hidup dan menghindari/mengurangi keadaan yang lebih buruk.
g. Tekankan untuk tidak menghentikan terapi yang dijalani.
Rasional: Periode menular dapat terjadi hanya 2-3 hari setelah permulaan kemoterapi jika sudah terjadi kavitas, resiko, penyebaran infeksi dapat berlanjut sampai 3 bulan.
Rasional: Periode menular dapat terjadi hanya 2-3 hari setelah permulaan kemoterapi jika sudah terjadi kavitas, resiko, penyebaran infeksi dapat berlanjut sampai 3 bulan.
h. Pemberian terapi INH, etambutol, Rifampisin.
Rasional: INH adalah obat pilihan bagi penyakit Tuberkulosis primer dikombinasikan dengan obat-obat lainnya. Pengobatan jangka pendek INH dan Rifampisin selama 9 bulan dan Etambutol untuk 2 bulan pertama.
Rasional: INH adalah obat pilihan bagi penyakit Tuberkulosis primer dikombinasikan dengan obat-obat lainnya. Pengobatan jangka pendek INH dan Rifampisin selama 9 bulan dan Etambutol untuk 2 bulan pertama.
i. Pemberian terapi Pyrazinamid (PZA)/Aldinamide, para-amino salisik (PAS),
sikloserin, streptomisin.
Rasional: Obat-obat sekunder diberikan jika obat-obat primer sudah resisten.
Rasional: Obat-obat sekunder diberikan jika obat-obat primer sudah resisten.
j. Monitor sputum BTA
Rasional: Untuk mengawasi keefektifan obat dan efeknya serta respon pasien terhadap terapi.
Rasional: Untuk mengawasi keefektifan obat dan efeknya serta respon pasien terhadap terapi.
4. Perubahan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan
Tujuan: Menunjukkan berat badan meningkat mencapai tujuan dengan nilai laboratoriurn normal dan bebas tanda malnutrisi. Melakukan perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan mempertahankan berat badan yang tepat.
Tujuan: Menunjukkan berat badan meningkat mencapai tujuan dengan nilai laboratoriurn normal dan bebas tanda malnutrisi. Melakukan perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan mempertahankan berat badan yang tepat.
Intervensi:
a. Catat status nutrisi paasien: turgor kulit, timbang berat badan, integritas mukosa mulut, kemampuan menelan, adanya bising usus, riwayat mual/rnuntah atau diare.
Rasional: berguna dalam mendefinisikan derajat masalah dan intervensi yang tepat.
a. Catat status nutrisi paasien: turgor kulit, timbang berat badan, integritas mukosa mulut, kemampuan menelan, adanya bising usus, riwayat mual/rnuntah atau diare.
Rasional: berguna dalam mendefinisikan derajat masalah dan intervensi yang tepat.
b. Kaji pola diet pasien yang disukai/tidak disukai.
Rasional: Membantu intervensi kebutuhan yang spesifik, meningkatkan intake diet pasien.
Rasional: Membantu intervensi kebutuhan yang spesifik, meningkatkan intake diet pasien.
c. Monitor intake dan output secara periodik.
Rasional: Mengukur keefektifan nutrisi dan cairan.
Rasional: Mengukur keefektifan nutrisi dan cairan.
d. Catat adanya anoreksia, mual, muntah, dan tetapkan jika ada hubungannya
dengan medikasi. Awasi frekuensi, volume, konsistensi Buang Air Besar (BAB).
Rasional: Dapat menentukan jenis diet dan mengidentifikasi pemecahan masalah untuk meningkatkan intake nutrisi.
Rasional: Dapat menentukan jenis diet dan mengidentifikasi pemecahan masalah untuk meningkatkan intake nutrisi.
e. Anjurkan bedrest.
Rasional: Membantu menghemat energi khusus saat demam terjadi peningkatan metabolik.
Rasional: Membantu menghemat energi khusus saat demam terjadi peningkatan metabolik.
f. Lakukan perawatan mulut sebelum dan sesudah tindakan pernapasan.
Rasional: Mengurangi rasa tidak enak dari sputum atau obat-obat yang digunakan yang dapat merangsang muntah.
Rasional: Mengurangi rasa tidak enak dari sputum atau obat-obat yang digunakan yang dapat merangsang muntah.
g. Anjurkan makan sedikit dan sering dengan makanan tinggi protein dan
karbohidrat.
Rasional: Memaksimalkan intake nutrisi dan menurunkan iritasi gaster.
Rasional: Memaksimalkan intake nutrisi dan menurunkan iritasi gaster.
h. Rujuk ke ahli gizi untuk menentukan komposisi diet.
Rasional: Memberikan bantuan dalarn perencaaan diet dengan nutrisi adekuat unruk kebutuhan metabolik dan diet.
Rasional: Memberikan bantuan dalarn perencaaan diet dengan nutrisi adekuat unruk kebutuhan metabolik dan diet.
i. Konsul dengan tim medis untuk jadwal pengobatan 1-2 jam sebelum/setelah
makan.
Rasional: Membantu menurunkan insiden mual dan muntah karena efek samping obat.
Rasional: Membantu menurunkan insiden mual dan muntah karena efek samping obat.
j. Awasi pemeriksaan laboratorium. (BUN, protein serum, dan albumin).
Rasional: Nilai rendah menunjukkan malnutrisi dan perubahan program terapi.
Rasional: Nilai rendah menunjukkan malnutrisi dan perubahan program terapi.
k. Berikan antipiretik tepat.
Rasional: Demam meningkatkan kebutuhan metabolik dan konsurnsi kalori.
Rasional: Demam meningkatkan kebutuhan metabolik dan konsurnsi kalori.
5. Kurang pengetahuan tentang kondisi, pengobatan,
pencegahan.
Tujuan: Menyatakan pemahaman proses penyakit/prognosis dan kebutuhan pengobatan. Melakukan perubahan prilaku dan pola hidup unruk memperbaiki kesehatan umurn dan menurunkan resiko pengaktifan ulang luberkulosis paru. Mengidentifikasi gejala yang mernerlukan evaluasi/intervensi. Menerima perawatan kesehatan adekuat.
Tujuan: Menyatakan pemahaman proses penyakit/prognosis dan kebutuhan pengobatan. Melakukan perubahan prilaku dan pola hidup unruk memperbaiki kesehatan umurn dan menurunkan resiko pengaktifan ulang luberkulosis paru. Mengidentifikasi gejala yang mernerlukan evaluasi/intervensi. Menerima perawatan kesehatan adekuat.
Intervensi
a. Kaji kemampuan belajar pasien misalnya: tingkat kecemasan, perhatian, kelelahan, tingkat partisipasi, lingkungan belajar, tingkat pengetahuan, media, orang dipercaya.
Rasional: Kemampuan belajar berkaitan dengan keadaan emosi dan kesiapan fisik. Keberhasilan tergantung pada kemarnpuan pasien.
a. Kaji kemampuan belajar pasien misalnya: tingkat kecemasan, perhatian, kelelahan, tingkat partisipasi, lingkungan belajar, tingkat pengetahuan, media, orang dipercaya.
Rasional: Kemampuan belajar berkaitan dengan keadaan emosi dan kesiapan fisik. Keberhasilan tergantung pada kemarnpuan pasien.
b. Identifikasi tanda-tanda yang dapat dilaporkan pada dokter misalnya:
hemoptisis, nyeri dada, demam, kesulitan bernafas, kehilangan pendengaran,
vertigo.
Rasional: Indikasi perkembangan penyakit atau efek samping obat yang membutuhkan evaluasi secepatnya.
Rasional: Indikasi perkembangan penyakit atau efek samping obat yang membutuhkan evaluasi secepatnya.
c. Tekankan pentingnya asupan diet Tinggi Kalori Tinggi Protein (TKTP) dan
intake cairan yang adekuat.
Rasional: Mencukupi kebutuhan metabolik, mengurangi kelelahan, intake cairan membantu mengencerkan dahak.
Rasional: Mencukupi kebutuhan metabolik, mengurangi kelelahan, intake cairan membantu mengencerkan dahak.
d. Berikan Informasi yang spesifik dalam bentuk tulisan misalnya: jadwal
minum obat.
Rasional: Informasi tertulis dapat membantu mengingatkan pasien.
Rasional: Informasi tertulis dapat membantu mengingatkan pasien.
e. jelaskan penatalaksanaan obat: dosis, frekuensi, tindakan dan perlunya
terapi dalam jangka waktu lama. Ulangi penyuluhan tentang interaksi obat
Tuberkulosis dengan obat lain.
Rasional: Meningkatkan partisipasi pasien mematuhi aturan terapi dan mencegah putus obat.
Rasional: Meningkatkan partisipasi pasien mematuhi aturan terapi dan mencegah putus obat.
f. jelaskan tentang efek samping obat: mulut kering, konstipasi, gangguan
penglihatan, sakit kepala, peningkatan tekanan darah
Rasional: Mencegah keraguan terhadap pengobatan sehingga mampu menjalani terapi.
Rasional: Mencegah keraguan terhadap pengobatan sehingga mampu menjalani terapi.
g. Anjurkan pasien untuk tidak minurn alkohol jika sedang terapi INH.
Rasional: Kebiasaan minurn alkohol berkaitan dengan terjadinya hepatitis
Rasional: Kebiasaan minurn alkohol berkaitan dengan terjadinya hepatitis
h. Rujuk perneriksaan mata saat mulai dan menjalani terapi etambutol.
Rasional: Efek samping etambutol: menurunkan visus, kurang mampu melihat warna hijau.
Rasional: Efek samping etambutol: menurunkan visus, kurang mampu melihat warna hijau.
i. Dorong pasien dan keluarga untuk mengungkapkan kecemasan. Jangan
menyangkal.
Rasional: Menurunkan kecemasan. Penyangkalan dapat memperburuk mekanisme koping.
Rasional: Menurunkan kecemasan. Penyangkalan dapat memperburuk mekanisme koping.
j. Berikan gambaran tentang pekerjaan yang berisiko terhadap penyakitnya
misalnya: bekerja di pengecoran logam, pertambangan, pengecatan.
Rasional: Debu silikon beresiko keracunan silikon yang mengganggu fungsi paru/bronkus.
Rasional: Debu silikon beresiko keracunan silikon yang mengganggu fungsi paru/bronkus.
k. Anjurkan untuk berhenti merokok.
Rasional: Merokok tidak menstimulasi kambuhnya Tuberkulosis; tapi gangguan pernapasan/ bronchitis.
Rasional: Merokok tidak menstimulasi kambuhnya Tuberkulosis; tapi gangguan pernapasan/ bronchitis.
l. Review tentang cara penularan Tuberkulosis dan resiko kambuh lagi.
Rasional: Pengetahuan yang cukup dapat mengurangi resiko penularan/ kambuh kembali. Komplikasi Tuberkulosis: formasi abses, empisema, pneumotorak, fibrosis, efusi pleura, empierna, bronkiektasis, hernoptisis, u1serasi Gastro, Instestinal (GD, fistula bronkopleural, Tuberkulosis laring, dan penularan kuman.
Rasional: Pengetahuan yang cukup dapat mengurangi resiko penularan/ kambuh kembali. Komplikasi Tuberkulosis: formasi abses, empisema, pneumotorak, fibrosis, efusi pleura, empierna, bronkiektasis, hernoptisis, u1serasi Gastro, Instestinal (GD, fistula bronkopleural, Tuberkulosis laring, dan penularan kuman.
4.
Evaluasi
a. Keefektifan bersihan jalan napas.
b. Fungsi pernapasan adekuat untuk mernenuhi kebutuhan individu.
c. Perilaku/pola hidup berubah untuk mencegah penyebaran infeksi.
d. Kebutuhan nutrisi adekuat, berat badan meningkat dan tidak terjadi malnutrisi.
e. Pemahaman tentang proses penyakit/prognosis dan program pengobatan dan perubahan perilaku untuk memperbaiki kesehatan
a. Keefektifan bersihan jalan napas.
b. Fungsi pernapasan adekuat untuk mernenuhi kebutuhan individu.
c. Perilaku/pola hidup berubah untuk mencegah penyebaran infeksi.
d. Kebutuhan nutrisi adekuat, berat badan meningkat dan tidak terjadi malnutrisi.
e. Pemahaman tentang proses penyakit/prognosis dan program pengobatan dan perubahan perilaku untuk memperbaiki kesehatan
DAFTAR PUSTAKA
- C, Barbara Long. Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan Proses Keperawatan) Jilid 2. 1996. Yayasan IAPK Pajajaran : Bandung.
- Mansjoer, Arif dkk. Kapita Selekta Kedokteran Jilid II Edisi Ketiga. 1999. Media Aesculapius : Jakarta.
- http://www.medicastore.com/med/detail_pyk.php?id=&iddtl=448&idktg=2&idobat=&UID=20070925204927125.160.92.2
BAB III
PENUTUP
Pneumonia
adalah proses infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru atau alveoli.
Terjadinya pneumonia, khususnya pada anak, seringkali bersamaan dengan proses infeksi
akut pada bronkus, sehingga biasa disebut dengan bronchopneumonia. Gejala
penyakit tersebut adalah nafas yang cepat dan sesak karena paru-paru meradang
secara mendadak.
Pada bayi dan anak-anak
penyebab yang paling sering adalah: - virus sinsisial pernafasan - adenovirus -
virus parainfluenza dan - virus influenza. Faktor-faktor risiko terkena
pneumonia, antara lain, Infeksi Saluran Nafas Atas (ISPA),usia lanjut,
alkoholisme, rokok, kekurangan nutrisi, Umur dibawah 2 bulan, Jenis kelamin
laki-laki , Gizi kurang, Berat badan lahir rendah, Tidak mendapat ASI memadai,
Polusi udara, Kepadatan tempat tinggal, Imunisasi yang tidak memadai,Membedong
bayi, efisiensi vitamin A dan penyakit kronik menahun.
Asma adalah suatu
gangguan yang komplek dari bronkial yang dikarakteristikan oleh periode
bronkospasme (kontraksi spasme yang lama pada jalan nafas). (Polaski : 1996).
Penyakit tuberkulosis adalah penyakit yang sangat epidemik karena kuman
mikrobakterium tuberkulosa telah menginfeksi sepertiga penduduk dunia. Program
penaggulangan secara terpadu baru dilakkan pada tahun 1995 melalui strategi
DOTS (directly observed treatment shortcourse chemoterapy), meskipun sejak
tahun 1993 telah dicanangkan kedaruratan global penyakit tuberkulosis.
Kegelisahan global ini didasarkan pada fakta bahwa pada sebagian besar negara
di dunia, penyakit tuberkulosis tidak terkendali, hal ini disebabkan banyak
penderita yang tidak berhasil disembuhkan, terutama penderita menular (BTA
positif).
SARAN
Makalah ini dapat
dijadikan acuan untuk menambah wawsan pada mata kuliah keperawatan anak II
khusus untuk pembahsan gangguan pernapasan. Makalah ini jauh dari kesempurnaan,
maka diharapkan kritik dan saran yang bersifat membagun untuk kesempurnaan
makalah yang berikutnya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar